Menikmati Bonn dan Ngobrol Soal "Samen Wonen"

Dari Koln kami dianter ke Bonn yang jaraknya 30 menit, dengan mobil baru mercy hitam tante Edith kerumah om Ging.

Om Ging temen ibu di Common Ground, produser sandiwara radio Menteng Pangkalan. Dia sekarang beristri tante Lawrence (cara nyebutnya Lorrong..), dia orang perancis dan punya anak bayi temben Luan yang baru 6 bulan. Viva banyak main sama Luan.

Vikra menikmati mendorong kereta bayi sambil jalan ke centrum. Kami melewati beberapa wilayah penting, ada balai kota dengan logo jermannya yang bercat emas. Lalu juga lewat kantor pos kuning yang sudah tua sekali tapi menjadi background unik dari square ini. Square diapit oleh gereja dan kantor pos kuning di sebrangnya, dan ditengahnya ada patung Ludwig Beethoven pianis klasik terkenal yang lahir di kota ini.

Di square itu juga ada pemain piano klasik lengkap dengan pemainnya yang nggak capek-capek main piano untuk pengunjung yang bersliweran. Karena sudah lapar, kami makan di restoran Shanghai, Om Ging tertarik bebek dan ayam goreng, tante Lawrence mau sayuran, tante Edith mau soup, Vinda agak lemes kecapekan jalan, dan Vikra sibuk memilih menu dengan aneka tawarannya.

Diskusi tentang “Hidup Bersama”

Di Shanghai RestaurantBonn, Vikra sempat nanya tentang kapan om Ging menikah?

Om Ging jawab, kami tidak menikah ke KUA, tapi kami menikah dengan cara alami atau natural. "Kalau diIndonesia, Luan sudah dibilang anak haram nih Vik," kata Om Ging.

Vikra nanya, "Orang tua om gimana dong kalau om nggak menikah?"

Om Ging jelasin, "Kita harus sayang dan berbuat baik sama orang tua, tapi kadang ada hal-hal yang bisa jadi kita nggak se-ide dengan orang tua kita”.

Biar Vikra nggak bingung ibunya ikut jelasin:

"Kakak, masing-masing orang punya pilihan hidup sendiri. Kalau di negara yang terbuka macam Eropa begini, megara juga bisa mengakui hubungan tanpa menikah, yang penting cinta dan serius menjalin hidup bareng. Jadi negara juga bisa kasih akte lahir untuk anak-anaknya, termasuk hak yang sama dengan pasangan yang menikah. Kalau di Indonesia mesti lewatKUA, catatan sipil atau menikah dengan cara agama."

"Mungkin kita juga punya prinsip sendiri, tapi juga bisa tahu alasan pilihan om Ging”.

(yunich1@yahoo.com)

Tidak ada komentar: