foto-foto proyek "saung" di pinggir setu sawangan. foto diambil pakai kamera bb, jadi mohon maaf kalau kurang maksimal. Ini hasil kreasi sendiri, semula hanya mau saung bambu untuk ayah rebah setelah berkebun, tapi rupanya kalau ngumpul rame tak cukup, jadi ada tanah menjorok kedalam 6 X 6, dikasih atap laiknya garasi, biar muat untuk beberapa kawan. Tapi rupamya tak aman kalau tak dikasih kusen, jadi bertahab dengan kusen, dan diberi lantai nat lebar (karena keramiknya tidak persisi, biar tetap kelihatan rapi. Kamar mandi juga tanpa kuses, supaya hemat cermat bersahaja dan indah.
 

jeprat-jepret di canberra dan perth, australia (19-24 mei 2012):






Bolos Yang Gagal (2)

Oleh: Vandana Mernisi

Tanpa disangka, tidak sampai 5 menit saat kami masih dibawah meja, guru masuk ke kelas kita dan bersuara sangat lantang dan keras.
“BAGUS YA KALIAN! Bagus.. bagus!”
Kami gemetar, ia adalah Ibu Lala, guru matematika kelas 9 yang terkenal baik dan sabar. Namun kali ini, ia sangat lantang dan terdengar kekecewaan dalam suaranya. Pada saat itu juga kami mereasa sangat tidak enak, lebih tidak enak dari mendengar guru jahat yang sedang marah. Kami kemudian berdiri dan kami diisyaratkan untuk mendekatinya. Kami pun berjalan perlahan ke arahnya. Ia memegang secarik kertas dan pulpen. Tanpa banyak kata yang dilontarkan, kami bisa lihat dari matanya bahwa ia sedang sangat marah. Ia menyuruh kita untuk tanda tangan dan menulis nama lengkap kami di secarik kertas tersebut. Kemudian kami diperintahkan untuk ke kelas 7.3 untuk memanfaatkan waktu yang tersisa cukup lama untuk menunggu para lelaki selesai shalat. Kami serentak berjalan ke kelas 7.3, semua mata tertuju pada kamis aat kami memasuki kelas. Seluruh kakak kelas yang berlagak sedang mengisi materi karena ada guru melihat kami dengan tatapan sangat sinis. Bahkan ada dari mereka yang tertawa sangat meremehkan keluar dari mulutnya.
Kami sangat malu dan kecewa pada diri kami sendiri. Kemudian setelah itu kami mendengarkan materi mereka seperti biasa. Tidak ada yang mengungkit-ungkit lagi jadi kami kira hukuman yang akan kami terima hanya itu saja, diperintahkan untuk tanda tangan sampai kemudian pada pertengahan pelajaran terakhir,
Ibu Titin masuk kelas. Pada saat itu kami tahu bahwa inilah saatnya, inilah hukuman nya.
Ibu titin masuk dan berbicara betapa kecewanya ia dengan kami, para perempuan di kelas dan pada akhir ucapannya, kami semua dipertintahkan ibu Titin untuk berdiri dan mengikuti Ibu Sunarmi, guru agama kelas 9 yang baik namun memiliki muka yang sangat jutek dan sangat tegas jika berurusan dengan kegiatan keagamaan seperti shalat dll. Ia adalah orang yang biasa merapatkan shaf shalat, menyuruh kami agar lekas wudhu, dll.
Kami berjalan ke gedung sebelah, kami tidak tahu kemana sampai pada saat berjalan Putri berhenti dan mengigiti kukunya, hal yang ia lakukan ketika gelisah. Saya tahu banyak tentangnya karena memang kami teman sebangku dan sangat dekat. “kenapa putt??”, Tanya saya sambil mengelus-elus pundaknya. “vinnnn!! Ini kita tuh digiring ke gedung kelas 9! Kita mau diapaiiinnnn vinnn?!” jawabnya dengan nada yang bergetar tanda hampir menangis.
“Udah tenang aja Put, tenang. Kita dihukum bareng-bareng ini” tambah Stevie. “Iya Put bener, udah yuk jalan lagi” jawab saya.
“Aduuhhhh gimana nihh kalo kita dibawa ke kelas 9”, tambah Nadhillah dengan suara cemprengnya itu.
“Udah udah yuk gapapa kita bareng-bareng ini” jawab saya.
Semua anak perempuan di kelas saya mengangguk setuju walau kami tahu kami pribadi satu-satu memang sangat takut pada saat itu. Kami berjalan mengikutinya dan benar saja ia menuju ke suatu kelas anak kelas 9 dan ia berhenti disana. Bu sunarmi mengayunkan tangannya tanda memerintahkan kita masuk. Saya, Putri dan Stevie saling berpegangan tangan erat. Kami semua berpegangan tangan dan menunduk. Kami masuk dan semua mata kakak kelas tertuju pada kami.
Bu Sunarmi berdiri di samping kami dan mulai berbicara, “Jadi anak-anak, ini adik kelas kalian. Masih kelas 7. Masih kelas 7 loh.. tapi udah buat masalah. Masa tadi ngumpet di bawah meja biar gak keputrian. Ibu sih gak masalah tapi kasian dong sama yang ngasih materi dan teman-teman mereka menunggu kedatangan mereka. Anak-anak kelas 8 pada nyariin kalian karena aneh banget satu kelas kok bisa sampai gak ada. Ngerepotin banyak pihak. Tuh apa pendapat kalian tuh..
"Coba kamu, iya kamu. Apa alasan kamu gak ikut keputrian?” Ia menunjuk Nadhilah yang kebetulan berdiri di pojok. Ia tampak kaget dan bingung ingin berbicara apa sampai kata-kata itu keluar, yang seharusnya tidak disampaikan disini. “um.. ikut-ikut yang lain Bu. Abis kadang kakak kelas 8 nya suka ngisi materi yang gak jelas Bu jadi kami juga males Bu.”
Kami semua bingung dan takut dengan jawabannya. Kami semua ditanya-tanya dan mayoritas dari kami menjawab ikut ikut yang lain.
Akhirnya pada saat giliran saya, saya menceritakan yang sebenarnya bahwa kami kecapekan habis bersih-bersih kelas. Kakak kelas ada yang tertawa remeh, ada yang prihatin ada yang tidak terlalu memperhatikan, banyak reaksi dari mereka.
Kami dipermalukan. Saya sangat benci dengan hukuman ini. Ibu Sunarmi sangat kejam menurut saya memojokkan kami seperti ini. Tidak hanya kelas itu, sekitar hamper 10 menitan di kelas itu dipermalukan, kami ke kelas sebelahnya, dan pada akhirnya kami dikirim di kelas 8. Kelas yang mengisi materi kami hari itu yang kami bilang tidak jelas materi nya. Putri menangis saat ia tahu akan dikirim ke kelas 8. Kami bertemu salah satu kakak kelas 9 yang sangat baik. Ia menenangkan kami bahkan, tidak memojokkan kami dan berbicara bahwa kami tidak usah takut dengan kelas 8. Jika mereka bertingkah, diamkan saja perintahnya. Karena mereka memang sperti itu. Kakak kelas 9 memang sangat baik di sekolah kami. Putri selesai menangis dan kami ke kelas 8.
Belum lama kami sampai dan disuguhkan pertanyaan-pertanyaan memojokan tentang betapa beraninya kita bertingkah seperti itu, alasan kami berbuat hal tersebut, dan lain-lain bel pun berbunyi. Bel pulang. Akhirnya kami tidak lama di dalam kelas tersebut dan para kakak kelas 8 juga reaksinya tidak sesuai dengan apa yang akan kami kira mereka akan jahat sekali. Mereka sedang sibuk masing-masih dan mempersiapkan tasnya untuk pulang. Bel berbunyi, kami keluar dari kelas itu dan digiring ke ruang guru dan membuat surat pernyataan untuk tidak mengulangi hal itu lagi.
Kami kemudian tanda tangan di buku pelanggaran dan saya menyuruh semua anak kelas saya untuk meminta maaf kepada Ibu Titin yang telah kami kecewakan. Kepad Ibu Sunarmi kami tidak minta maaf. Kami langsung balik ke kelas untuk pulang karena memang kami sangat benci akan apa yang ia lakukan sebagai hukuman untuk kami. Sangat tidak memikirkan apa yang akan kami rasakan. Hari itu, kami semua setelah itu semua berakhir dan mengambil tas di kelas hanya bisa tertawa dan geleng-geleng kepala dan sangat lega ketika kami di kelas kelas 8, persidangan nya tidak berlangsung lama. Kami merasa kapok tapi juga sedikit senang karena pengalaman tersebut.
Betapa sangat berharganya, dan tidak akan terlupakan.

Bolos Yang Gagal (1)

By: Vandana Mernisi (x.6)
Pada saat itu, saya duduk di kelas 7. Sekolah saya merupakan salah satu sekolah yang tercalonkan sebagai sekolah terbersih se-Indonesia ISO:2000.
Siang itu saat sedang pelajaran Bahasa Indonesia, yang kebetulan yang guru mengajar adalah wali kelas saya sendiri, Ibu Titin. Ia menyuruh kami sekelas untuk bersih-bersih kelas, semacam piket karena ini juga merupakan perlombaan kelas terbersih di sekolah. Saat itu, karena memang kami sedikit sedang tidak bersemangat untuk belajar, jadi dengan adanya perintah bersih-bersih ini, kami sangat semangat untuk membersihkan kelas.
Kami bagi-bagi tugas. Ada yang membersihkan kaca, menyapu, mengepel, dan lain-lain. Lani, teman saya bertugas untuk membersihkan jendela. Nadhilah, teman saya yang berjilbab dan cerewet itu tidak banyak melakukan banyak hal. Ia hanya sedikit membantu-bantu dalam berbagai kegiatan bersih-bersih. Kadang ia ikut menyapu, mengepel, bahkan mengotori lagi. Sedangkan saya, Stevie, dan Putri juga tidak banyak membantu sebenarnya. Kami hanya melihat dan mengontrol mereka yang bersih-bersih. Namun kadang kami juga banyak membantu membersihkan kaca dengan Lani.
Untuk para lelaki dikelas, mereka melakukan tugas yang lebih berat seperti mengangkat meja, memindahkan dan membersihkan lemari.
Kami semua sekelas mengerjakan nya dengan riang gembira, kami serius membersihkan tapi kami juga banyak bercanda satu sama lain karena girangnya kami tidak belajar pelajaran Bahasa Indonesia, yang menurut kami sangat membosankan. Kami berlari-lari, melompat, bercanda dan tertawa keras sekali.
Bel pun kemudia berbunyi, bel istirahat kedua yang artinya istirahat shalat dan makan siang. Kebetulan hari itu adalah hari jum’at yang artinya para siswa lelaki di sekolah harus berada di mushalla lebih cepat dari biasanya karena harus shalat jumat dan mendengarkan khutbah jum’at. Para lelaki lekas ke mushalla dan meninggalkan pekerjaan nya yang sebenarnya sudah selesai, hanya tinggal barang-barang pembersih saja yan ditinggal seperti ember, kemoceng, dan lain-lain. Akhirnya kami para perempuan di kelas membersihkan nya. Setelah membersihkan, kami kembali keruang kelas dan bercanda lagi bersama-sama sambil menuggu keputrian.
Sangat nyaman berada dikelas, terlebih dikelas yang sangat bersih hasil kita sendiri, kami sangat puas. Kami tidur-tiduran dilantai.
Setelah hampir 20-10 menitan, kami sadar bahwa kami harus mengikuti keputrian bersama kakak kelas yang mendapat giliran untuk mengisi keputrian kepada adik kelasnya. Tanpa penjagaan ketat guru perempuan. Menurut saya hal itu sangat tidak efektif, karena sesungguhnya selama ini mereka sebenarnya tidak mengisi materi keputrian dengan benar. Kadang mereka lupa untuk mencari materi, atau bahkan mereka terlalu malas untuk itu. Jadi yang mereka lakukan pada saat keputrian biasanya hanya bercanda, sesi curhat, tebak-tebakan, bahkan mereka kadang menghiraukan kita dan asik sendiri dengan teman-teman nya. Sangat tidak bermasalah jika kita tidak mengikutinya, karena memang sebenarnya sama sekali tidak bermanfaat.
Tahun itu, yang mengisi materi keputrian kapada anak kelas 7 adalah anak kelas 8. Dan untuk anak kelas 8 yang kelasnya tidak sedang bertugas, mereka diisi keputrian oleh para kelas 9. Kelas 9 di sekolah kami lebih kooperatif dan benar dalam menyampaikan materi, tidak seperti kelas 8 yang pada saat itu ‘sok berkuasa’ karena ia akhirnya pada masa smp nya, memiliki adik kelas. Mereka menganggap kita remeh dan memang beberapa anak dari angkatan saya pernah memiliki masalah dengan para anak kelas 8 karena kami tidak suka kelakuan mereka.
Dua menit kemudian, Kami mendengar langkah kaki yang menurut kami tidak lain adalah kakak kelas yang ingin mengisi keputrian kelas kami, 7.4. tapi ternyata ia melewati kelas kita dan menuju ke kelas 7.5 kelas sebelah. Memang sebenarnya keputrian itu kami dikumpulkan per dua kelas untuk keputrian. Mungkin mereka ingin menyuruh para perempuan 7.5 untuk kumpul di 7.6. saat itu, kami saling lihat-lihatan dan mengisyaratkan sesuatu. Saat ada langkah kakak kelas mendekat ke kelas, Putri seketika langsung berteriak menyarankan kita, karena ia tahu tatapan itu bahwa memang kami semua sangat malas dan terlalu lelah untuk mengikuti keputrian.
Ia berteriak dalam bisikan nya, ‘AYOOOOO ngumpet bawah meja aja!!! Gapapa lah ya sekali sekali gak ikut keputrian.” Karena kami semua memang ingin nya begitu, tanpa mengluarkan sepatah kata kami pun langsung bersembunyi di bawah tumpukan meja dipojokan kelas yang tadi kami tumpuk karena kami ingin membersihkan kelas.
Kakak kelas pun kemudian masuk, ia membuka pintu kelas dan kemudian kembali keluar lagi. Saya tidak melihat mukanya namun saya tahu bahwa itu kak Agni, teman satu jemputan saya waktu kami di Sekolah Dasar. Kak Agni sangat baik dan humoris. Ia berbadan sedikit berisi dan bersuara sangat khas. Seperti suara anak kecil dan sangat cempreng. Saya bisa mengenalnya hanya dari suaranya. saya mendengar ia berbicara kepada teman nya, “gaada orang kok dikelas, mungkin udah pada ngumpul di 7.3. mulai aja yuk”
Dan mereka pun pergi. 5 menit, mereka tidak mengecek kita. 10 menit berlalu, kami belum juga di cek. 15 menit, kami merasa sudah aman dan kemudian kami mengangkat kepala kita yang dalam posisi meringkuk di kolong meja. Dan seketika itulah, ketika kami mengangkat kepala, kami bertatap muka dengan kak Vinka, teman kak Agni yang sangat cuek namun sangat jutek. Ia hanya melihat kami sekilas dan kemudian kembali berjalan. Kami menganggap bahwa mungkin ia tidak melihat kami, hanya perasaan kami. Atau mungkin ia melihat, tapi sepertinya ia tidak akan melaporkannya kepada guru karena ia pun juga orang yang cuek. Kami kemudian memutuskan kembali untuk bersembunyi lagi dibawah meja.
Tanpa disangka, ..(berlanjut..)

Sampah pencerah

Kembang pisang yang hitungan hari akan layu, bolehlah potong satu, sematkan daun kecil dan tambah dahan pisang yang daunnya sudah jd limbah, taruh dalam air bening, letakkan di tempat yang disuka. Segarrr..
Ranting kering juga bisa cantik asal ditata dengan rasa. Kalau ranting ini sengaja diambil dari sisa rantng yang termakan lahar di lereng gunung Merapi (2010). Selain ranting, tanah lahar juga ada yang dibawa ke rumah buat museum, siapa tahu beberapa puluh tahun kedepan, lahar sudah dikeruk perusahaan properti, dan kami masih menyimpannya walau hanya sebotol kecil.
Limbah batok kelapa biasanya didampar begitu saja, pakai deh, isi air atau botol dengan air, celupkan tanaman hydroponik apapun...lumayan buat mencuri lirikan.
Kembang kamboja yang jatuh siap merata tanah, rupanya kalau dirawat sebentar taruh dekat lilin aromatherapy berdekatan dengan patung selamat datang... lumayang bisa melebarkan senyum senang.

Dapur Saya

Oleh: Vandana Mernisi 

Gagasan Pokok

1 Lantai berwarna hijau dan kuning dan ditata seperti catur
2 Kitchen set terbuat dari kayu
3 Banyak perabotan perabotan ethnic dan tradisional
4 Tembok dapur dilapisi keramik berwarna hijau dan kuning

Dapur rumah saya adalah tempat favorite saya. Saya menghabiskan banyak waktu di dapur ketika saya memiliki waktu senggang. Saya sering sekali memasak, membuat kue-kue dan bereksperimen.
Masak adalah salah satu hobi saya. Dapur saya ini bertema hijau dan kuning. Warna keramik dapur saya hijau dan kuning. Keramik tersebut dipasang seperti catur dengan tujuan meinimalisir lalat karena lalat tidak suka pola catur. Kulkas saya pun warnanya sama dengan dapur saya yaitu hijau. Namun hijaunya berbeda, warna kulkas saya hijaunya lebih muda dibandingkan warna lantainya.
Dapur saya menggunakan kitchen set yang terbuat dari kayu. Kitchen set-kitchen set tersebut yaitu lemari atas, lemari bawah dan laci. Lemari atas digunakan untuk menyimpan bahan-bahan makanan serta piring, gelas dan peralatan dapur yang jarang dipakai. Lemari bawah digunakan untuk menyimpan alat-alat dapur yang besar ukuran nya seperti Loyang kue, panci kukus, dan lain-lain.
Sedangkan laci-laci digunakan untuk menumpan plastik serta sendok-sendok peralatan masak.
Banyak perabotan-perabotan tradisional jaman dahulu sebagai pajangan di dapur saya. Seperti gentong yang terbuat dari tanah liat (gerabah), tungku besar yang jaman dahulu digunakan sebagai pembuat nasi kuning, teko gerabah, anyaman yang biasa digunakan untuk menyaring beras pada jaman dahulu, sendok batok kelapa, segala perabotan masak yang jaman dahulu sering digunakan dan sekarang jarang ditemukan dijadikan pajangan dalam dapur saya tersebut.
Selain perabotan, pajangan gantung, kain-kain adat juga menghiasi dapur saya. Kain adat tersebut diletakan di atas kulkas untuk memperindah tampilan kulkas. Selain itu, diberbagai pintu lemari atas digantungi berbagai macam patung kayu berbagai maca karakter wayang. Ada Semar, Petruk, Gareng, dan lain-lain.
Tembok dapur saya dilapisi keramik-keramik. Keramik ini warnanya sama seperti warna lantai namun warna hijau lebih dominan dan juga ini tidak membentuk motif catur seperti lantai. Pemasangan keramik ditembok ini yaitu salah satunya agar tembok tidak kotor dan jika kotor, gampang untuk membersihkan nya.