Ayah Bima Meninggal

By Vikra Alizanovic

Belum lama ini, sekitar awal bulan Desember ini, berita duka sampai ke telinga gue. Waktu itu gue lagi bareng keluarga. Tiba-tiba aja salah satu temen gue nelpon gue lewat hape esia gue.

”Vik, bokapnya Bima meninggal! Lu bisa langsung ke rumah gue gak sekarang? Anak-anak pada mau nengokin Bima ke Cibubur!”

Gue terdiam. Bisa dibilang syok. Innalillahi wa innalillahi rojiún. Gak tau kenapa, gue bener-bener ngerasain that uneasy feeling. Bokap temen gue meninggal. Bokap kandung. Yang selama ini menghidupi keluarga dia.

Tanpa sadar, gue mikirin apa yang akan gue lakukan seandainya hal tersebut terjadi sama gue. Siapkah gue?

Malem itu gue gak ikut anak-anak ke Cibubur karena logisnya gue gak bisa malem itu. Tapi besoknya gue ikut ke pemakamannya bareng beberapa temen sekolah gue. Beliau dimakamkan di Pemakaman Karet. Meskipun ngumpul bareng temen-temen, gak ada yang ngeluarin canda tawa sama sekali saat itu.

Gue masih inget masa-masa ketika beliau masih hidup. Bima dan Kresna, 2 putra dari beliau, yang keduanya temen gue seangkatan, masih bisa becanda tawa. Sempet sebelum beliau berpulang ke Rahmatullah, Bima memasang status di facebook-nya kalimat-kalimat seperti ’Stay strong, dad!”atau ”Love you, Dad’. Hati gue bener-bener tergetar.

Di pemakaman gue dateng pas sebelum ambulans yang membawa Bima dan keluarga dateng. Bima masih bisa senyum ngeliat kita-kita, sedangkan Kresna bener-bener diam tanpa ngeluarin sedikitpun suara. Ketika penguburan, Bima masuk ke liang lahat membopong jenazah ayahnya sambil menangis. Gue terharu dan nafas gue sesak ngeliat hal tersebut. Tiap beberapa saat selama sesi pemakaman, Bima memandang kosong ke arah nisan ayahnya dan mengeluarkan isak tangis yang masih ditahan olehnya. Gue dan beberapa temen ikut berduka. Pas setelah orang-orang bubar, Bima duduk disamping nisan ayahnya dan memandang kosong ke tanah lahat serta mengeluarkan isak tangis beberapa detik sekali.

Gue yakin dia pasti sedang mengingat-ingat hal-hal yang pernah dia lakukan bareng ayahnya tercinta. Jujur, gue terharu ngeliat hal tersebut, dan sekali lagi, gue ngebayangin sekali lagi, apa ini yang akan terjadi ke semua anak-anak yang ditinggal orang tuanya. Pasti kita akan ngebantu bopong jenazah, mandiin jenazah, mengkafani, serta mensolatkan orang tuanya, kaya yang Bima lakukan.


Gue nyadar, ini bukanlah hal yang terjadi ke Bima gitu aja. Bima Cuma dapet giliran duluan. Kita gak akan pernah tahu who’s gonna be next. Jadi buat yang baca ini, if you must listen, love what you have as long as you don’t have to miss what you have lost. Yep, that’s original from me. And that’s what I’m going to do from now on.

Kucing Berbaju

Kalau ke pet shop, pasti koleksi baju kucing nggak banyak. Kalau ke butik kucing, selain mahal kok berlebihan amat rasanya. Jadi memang kreatifitas itu mahal rupanya. Nah, karena si Kuba (Teni) nurut banget dan menikmati dibajuin, mulai deh nafsu mendisain dan membuat baju untuk Kuba jadi tersalur (karena ibu gak suka nonton TV, jadi relaksasinya ya bikin beginian). Cakep kan?



Berlibur ke Rumah Sakit Jiwa (1)

Awalnya agak bergidik saat memasuki lorong-lorong RSJ di salah satu kota di Jawa. Yang terbayang adalah wajah orang gila yang tak terkontrol, menyeramkan dan menyerang. Tangan Vinda mencengkeram erat lengan ibunya dan mukanya pias pucat ketakutan. Ngapain liburan ke RSJ? Disamping kami ingin lebih jauh tahu dunia "gelap" RSJ, mempertebal spiritulitas anak-anak (dan kami sendiri tentunya), juga ingin ketemu direktur RSJ yang kebetulan berkorespondensi dg ayah untuk konsultasi cari psikiater yang terbaik untuk handle saudara yang selama ini menarik diri bersosialisasi, pendiam dan tidak punya gairah hidup. Rumitnya lagi, dia tidak percaya dg dunia medis dan anti obat farmacits.

Kami masuk area RS yang megah dan bersih itu, saat ayah bertemu dg direkturnya, kami bertiga ingin eksplorasi. Pertama ngobrol dg resepsionis, diceritakan bahwa penghuni RSJ 70 % laki-laki, usia produktif, kebanyakan karena tekanan ekonomi dan hentakan masalah (wah hebat ya perempuan). Kami dibolehkan ke karantina, disana pasien yg baru, wajib tinggal disini untuk penenangan. Terlihat masih ada yang mengamuk, ada yang gemetar, ada yang ngoceh soal dangdut, ada yang ngajak kami ngobrol, ada yg pegang kuping melulu dan minta ditiup dan ada yang meringkuk tak berdaya. Yang jelas, karantina itu untuk mereka yang dianggap belum bisa mengontrol, ada yg tangan kakinya diikat dengan kain lembut dengan tempet tidur. Agak serem memang, tapi tidak seseram yang kami bayangkan. Disini keluarga wajib menunggu sampai tenang, biasanya 2 hari. Tapi tergantung pada diagnosa, dimana pasien dan keluarga berulang-ulang ditest dg aneka pertanyaan.

Setelah tenang, pasien dipindah ke ruang perawatan dengan seragam seperti dlm gambar ini. Rata-rata kamar berisi (+-) 10-20 orang, tapi juga ada kamar VIP. Sengaja kami masuk ke kamar yang banyak pasiennya terutama dari keluarga miskin. Vinda menyerah memilih menunggu di ruang tamu karena ketakutan. Tapi ibu dan Vikra tetap masuk (walaupun akirnya Vikra keluar nemenin adiknya). Kami dibukakan pintu jeruji masuk bangsal itu, yang menjaga gerbang selain petugas juga pasien-pasien yang sudah dianggap sembuh dan diyakini tidak akan lari. Begitu masuk, kita disambut aneka wajah yang secara obyektif memang banyak yang menyeramkan. Ada yang muka lebam-lebam, kaki bekas pasung, kepala botak bekas luka, muka bengong tak komunikatif, ada yang sibuk sendiri nggak mau diam, ada yang ganteng, ada yg ramah nyebut RT RW rumahnya berulang-ulang seakan kita mau kerumahnya.

Ibu masuk membawakan makanan sekedarnya. Mereka langsung salaman, berebut makanan, ngajak ngobrol, ada juga yg pinjam HP untuk kontak keluarganya. Walaupun sedikit takut, ibu langsung membangun rasa aman dan langsung membuat lingkaran tak sengaja dg mereka. Mereka satu-persatu ibu ajak ngobrol dan mengalirlah cerita-cerita yang diluar dugaan dan mengharukan dibawah ini (baca bag 2: Cerita dibalik tembok RSJ):

Cerita dibalik tembok RSJ (2)

"Mbak, mosok aku gak sholat teraweh sepisan wae dikeroyok sak kampung (masak nggak solat teraweh sekali aja dihajar orang sekampung). Lalu si Anwar (bukan nama sebenarnya) ini, menunjukkan luka-luka bekas pukulan warga di tangan, kakinya, juga mukanya yang bekas diinjak-injak dan terlihat masih legam hitam. Di tangannya ada luka bekas diikat yang ditunjukin seperti anak 4 tahun ngadu ibunya krn habis jatuh. Dia nampak perlu sekali didengar. Dengan pertanyaan meng-empati, ibu terus menggali dg bahasa jawa timuran dan berusaha mendengar khusyu'. "Kok bisa War"?, masak gara-gara gak sholat kamu dipukulin, mesakke banget kamu. Emang kamu lagi ngapain pas mereka datang?". Anwar jawab; "Aku lagi nonton TV mbak, dengerin radio!". "Oo, gitu. Sebelum itu kamu ngapain, kok sampai mereka marah?. Mosok rek gara-gara gak sholat aja orang marah", desak ibu dg nada santai becanda. Kata Anwar: "temenan mbak/sungguh!"katanya bersikukuh. "Kasihan, emangnya kamu biasane rajin ke masjid ya?" tanya ibu banting setir pertanyaan. "Lho mbak, aku tuh muázin, tukang azan, goro-goro aku gak azan, orang sekampung gak teraweh". Ibu hampir kecekik nahan ketawa! tapi ditahan. Akhirnya tetep aja ibu menganggap dia orang normal, jadi ibu ajak ketawa wajar sambil ngeledek. "ya itu War sebab-e!". Petugas bahkan nambahin: "war, crito sama mbaké kon munggah-munggah genteng masjid , manjat kelapa sambil teriak-teriak". Owwww....gamblang sudah akhirnya.

Obrolan direbut sama cowok 37 tahunan yang tambun, wajah memelas dan pake bahasa Jawa timuran dia ngadu: "mbak, awake dewek iki salah opo ya, kok kita dibuang sama sodara-sodara kita disini. Paling banter kita kan cuma ngomong sendiri, gak pernah kita ganggu mereka, gak ngerugiin mereka. Kita disini dibuang mbak, dihukum. Mereka gak mau diganggu, malu sama kita". Lalu ibu elus pundak dia, meyakinkan bahwa itu nggak bener, sodara-sodaranya pasti pingin dia sembuh.

Cowok yang dipojok kelihatan antusias mau ngomong, badannya agak maju pingin didengar. Lalu ibu tanya: sampean krasan tah nang kene?. Langsung spontan dia jawab"aku krasan mbak nang kene". "Lho, ngopo krasan"? tanya ibu dg muka antusias. "mbak, masalahe nak nang omah aku dibelok/dipasung. Nang kene enggak, banyak temennya". Ibu tanya; "udah berapa kali mlebu kene". "wis gak iso diitung mbak" jawabnya jujur.

Sambil ngobrol, memang sesekali ada cowok yang melintas begitu saja sambil ngasih genggaman kertas dilipat, ibu buka dg GR kirain ada tulisan khusus, rupanya cuma bungkus rokok lecek, nggak ada apa-apanya. Lalu ada juga yang masih mungut bungkus teh kotak yang sudah di tong sampah untuk dihisap padahal sudah habis. Lalu ada lagi yang merayu pinjam HP mau ngontak saudaranya minta pulang. Tapi petugas mengerling ke ibu untuk tidak ngasih HP. Ibu antara tidak tega, tapi bilang pulsa habis. Begitu omongan nyinggung soal HP, ada satu lagi juga nitip sms biar dikirim ke saudaranya untuk jemput, pas ibu tanya ke petugasnya dibolehkan, ibu akhirnya sms pas diluar, biar yg sebelumnya tidak tersinggung.


Lalu ada cowok tinggi botak yang kepalanya banyak luka, mendekat. Agak risih, dan takut juga kalau diapain, padahal pintu bangsal terkunci jeruji, dan kita seakan terperangkap didalam dengan puluhan mereka, cowok semua (bangsal cewek terpisah). Tapi cowok ini tidak menyentuh sama sekali (dalam hati, orang yang kita anggap gila aja bisa sopan dan jauh dari sikap melakukan pelecehan seksual). Lalu ibu tanya: "sampean pie critane kok sampe sini?". Dg senyum ikhlas dia cerita "Jarene/kata guruku, seko cilik, SD, aku suka ngajak ngomong sendiri pohon petai Cina". "lho kok iso?". "Embuh mbak, aku suenenggg... prosoku/rasaku pohon iku uapik tenan. Aku juga seneng lihat matahari lama-lama. Yo embuh, opo sebab-e".

Lalu ibu memanggil ngajak gabung cowok guanteng, tengku Wisnu, David Ducovni, Tom Cruise aja kalah. Penasaran banget, karena wajahnya juga tidak mengguratkan dia bermasalah. Kelihatannya pintar, kharismatik dan penuh kontrol. "mrene tah, crito-crito? sini yuk crita-crita. Dah mau pulang tah?". Dia tidak mau cerita, mengambil jarak dan kayaknya mendifinisikan diri sudah sembuh. Lalu pas udah mau pulang ibu sempetin keluar dari barisan pas, khusus mendekat dia ngobrol ngalor ngidul untuk bangun kepercayaan dan akhirnya dia cerita. "aku mrene iku dibuang keluargaku mbak. Habis aku beda pendapat ama sodara-sodaraku. Mereka maksain aku. Aku hampir aja dapat cita-citaku, tapi keluargaku gak setuju. Aku ngamuk". Wis berapa kali mrene? "3 kali". Tapi mosok sih beda pendapat aja sampai dibawa mrene?". Lagi-lagi petugas dg entengnya bilang. "kon mbok crito, ngamuk meh mateni bapakmu/mbok crita kamu ngamuk hampir membunuh bapakmu". Ohh...

Yang jelas, cerita-cerita mereka, bener-bener membuka mata, tentang bagaimana orang sehat ini berkontribusi untuk membuat atau memperparah mereka yang kita anggap gila. Yang mengharukan, petugas-petugas disana dengan penuh sabar dan cintanya menemani mereka, seperti jadi orang tuanya. Kadang mencet hidung mereka kalau ada yang lucu, atau mengingatkan untuk tidak larut ke halusinasi dengan mengalihkan perhatian. Makanan juga relatif baik (seperti dalam gambar ini dg buah, perhari sekitar Rp 30.000, termasuk makan dan asrama, kecuali yang dapat keterangan miskin dan VIP.

Yang menarik, info dari RS, lebaran kali ini semakin sedikit pasien. Padahal dulu-dulu, setiap lebaran penuh pasien dadakan, karena banyak keluarga yang memilih membuang /menitipkan anggota keluarganya karena gengsi saat banyak tamu lebaran, dan diambil seusai lebaran. Tapi sekarang orang mulai sadar, bahwa kunci sembuh orang yang dianggap gila adalah rasa dicinta, bebas tekanan, dan harus dianggap seperti orang normal. RSJ bukan buangan, tapi memang untuk menyembuhkan. Dan konon pemerintah mulai memberi anggaran layak untuk rumah sakit yang selama ini menjadi momok sangkar "hantu". Ahh...liburan yang berbeda, Rumah sakit yang penuh keramahan dengan jiwa-jiwa yang harus direngkuh dan diselamatkan. Sudah saatnya, tidak menstigma mantan pasien RSJ, mereka sama seperti mantan pasien jantung... yang bisa sembuh atau kambuh. Mereka adalah kita juga.

Amrozi: teroris atau dewa?

“Dewek iku isih dulur cung karo amrozi" (kita itu masih sodara nak sama Amrozi). Persisnya sodara semisan sama dia, satu nenek jelas mbahbu Musanah (ibu penerus ayah) ke ayah dan kami-kami saat anjangsana lebaran ini. Sekitar thn 2004 (sebelum mbahbu kandung ayah meninggal), pas Amrozi baru ditangkap, kami berlebaran ke rumah mbak Kunik misanan ayah, lalu mbak Kunik cerita: “Amrozi itu masih misanan kita, dulu dia kerja di bengkelku”. Rupanya kami dianggap punya darah sodara dengan Amrozi. Ini cerita mbahbu Musanah waktu kami pulang kampung, cerita dibalik dan si seputar kematiannya. Kebetulan kampung ayah di Drajad memang tidak jauh dari Tenggulun tempat Amrozi, sekitar 7-8 KM.

“Kuburan Amrozi sekarang udah dipagar, krn nyaris habis diambilin sama pengunjung yang ziarah. Kita kan nggak pingin orang jadi syirik”.

“waktu Amrozi dimakamkan, jalanan penuh sampai Solokuro (5 km), semua teriak Allohu akbar, tapi juga syahdu. Sebelum ada kabar dia meninggal, ada 3 burung datang, dua menclok diatas rumah Amrozi dan satu ke arah barat, lalu ketiganya pergi bareng. Orang langsung pada bilang Allohu akbar. Yang juga luar biasa, saat itu ada awan berbentuk “Allohu akbar”. Tapi pas saya keluar, awannya tinggal sedikit, nggak bisa lihat semua”.

“Amrozi punya anak 2 dari 2 istrinya. Istrinya jualan kue-kue sekarang, dan yang satu stroke. Tapi sekarang udah pulih. Anak yang pertama laki-laki sekitar 23 tahun, yang kedua perempuan sekitar 13 tahun”.

“Saat pemakaman dan berbulan-belum sesudah itu pengunjung pesantren Tenggulun (kakak amrozi) tak henti-henti, bahkan polisi rajin bawa kambing buat tamu-tamu yang datang ke pesantren itu, biar polisi tidak dimusuhi orang-orang situ. Biar orang jelas bahwa yang dimusuhi polisi adalah terorisme-mnya bukan pesantrennya”.
“Semenjak kematian Amrozi, justeru Islam di daerah Tenggulun dan sekitarnya tambah kenceng dan mengeras”.

“Amrozi Muchlas membawa berkah, sejak dia berkasus sampai mati, jalan-jalan menuju ke desa-desa itu dibangun. Karena akar radikalisme adalah kemiskinan, jadi biar orang merasa ada pembangunan”.

Vinda nyeletuk berulang-ulang waktu dengar cerita itu yang intinya, teroros mengebom ,membunuh orang kok dipuja-puja. Lalu dia juga ketawa lihat tingkah orang ambil tanah kuburan kayak Ponari aja katanya. Dia juga nggak faham, apa hubungan burung, awan bertuliskan Allah dg kematian Amrozi. Jadi???
*picture taken from website

Sampah indah : daur ulang

Lilin minyak goreng: Punya gelas kecil souvenir? atau gelas yang pasangannya pada pecah, atau botol kratingdaeng? Saat mati lampu, benda-benda ini bisa dimanfaatkan., Cukup dengan isi minyak goreng, beri sumbu dan pengait sumbu yang mengapung dan tahan bakar. Jadi deh lilin atau lentera alternatif. Kalau gelasnya transparan, bisa diisi dengan batu kerikil, kelereng warna warni atau benda menarik lain yang tahan api. Listrik boleh mati, tapi rumah jadi romantis hangat.


Tudung makanan dari kain bekas: Baju kesayangan rusak salah setrika? marah dan nyesal tak ada guna. karena bahannya masih bagus dan menarik, dibuatlah tudung makanan ini. Jadi tudung keranjang plastik yang sederhana, dengan diberi cover ini menjadi berbeda. Apalagi kalau di neci/wallsum yang serasi, pasti tambah menawan. keuntungan lagi, serangga kecil dan debu juga tidak bisa masuk (pas difoto ini belum selesai, karena idenya jambul atas itu berbentuk bunga yang dineci warna kontras).

Baju kucing dari kaos bekas: Ketika kaos sudah melar, berubah warna atau leher sudah keriting, paling banter buat lap pel dan turun derajad jadi gombal. Tapi gombal juga bisa naik derajad jadi sesuatu yang fun. Ini gombal kaos yang disulap jadi baju kucing lengkap dengan celana yang didisain sendiri. Baju kucing kalau beli di petshop harganya minimal 40-50 ribu. Dg buat sendiri ini tinggal di obras/neci dan disulam/bordir dengan nama kucing Kuba, jadi sporty dan seru. Cukup dengan 8 ribu sudah jadi baju kucing yang cantik. Bahan kaos juga bisa dipakai untuk boneka. Asal kreatif mendisain..jadi benda menarik juga. Kalau punya kaos kesayangan oleh-oleh dari travelling luar negeri atau kado kenangan, walau rusak lehernya,salah setrika atau sobek kecantol, selamatkan dg gunting bordir/sablonnya lalu tempel di kaos baru yang lebih berkwalitas. Kalau sablon sudah memudar, bisa dibordir ulang di tukang bordir.


Alas piring "Batik": Kertas kado yang sepele juga bisa jadi alas makan. Kebetulan ini dapat kertas kado motif batik, lalu dibuat dua sisi dan dilaminating, hasilnya sering menipu mata, dikira dari kain batik. Kalau mau kreatif lagi juga bisa dari daun atau bunga yang dikeringkan, atau cap tangan, foto dan dilaminating. Dijamin cantik asal kreatif.

Tempat pernik dari kardus bekas: Kardus dibuang? sayang!! Manfaatkan untuk tempat pernik, surat atau box file dari dokumen-dokumen kita. Lalu bungkus dengan kertas kado yang menarik dengan diberi pernik. Hasilnya? Ini buah prakarya Vinda untuk recycle.

Jadi ketika minggu sambil ngumpul ngobrol atau nonton TV, tangan jangan diam...buat sesuatu!! Alam juga tersenyum karena tidak dipaksa menelan sampah menggunung tiap hari. Tapi sayang di gang jambu ini sebagian ada yang kreatif, tapi ada satu orang yang penikmat dan cukup bilang "bagus..bagus...enak..enakkk".

Pikiran "nyentil" anak


  • Pas memasuki Jatim dengan jalan yang mulus, Vinda langsung nyeletuk: “lihat jalan di Jatim laen, nggak kayak kampung ibu, dari jaman jebot, jalanan gitu-gitu aja nggak ada yang dibangun”.

  • Saat lewat daerah Bojonegoro, banyak penjual monyet yang diikat dan dikandang kecil-kecil. Vinda langsung ndekat ke ayah: “yah, kita borong semua monyet yuk, habis itu kita lepasin semua”.

  • Pas makan nasi kucing di kampung, Vinda bilang: “coba di jakarta banyak yang jual nasi kucing, anak-anak jalanan nggak ada yg kelaparan, duit seribu udah bisa makan”.

  • Saat mbahbu (nenek dari ayah) cerita Amrozi dengan nada mengelu-elukan (karena masih misanan), Vinda langsung nyeletuk: “kok tukang ngebom gitu dipuji-puji, masak sampai tanah kuburan aja diambil-ambil segala. Ngaco banget”.

  • Lihat tanah gersang dimana-mana, dia dg lirih nyanyi: “what have you done to the world”. Emang kenapa dik? Lihat tuh, tanah pada kering rusak semua.

  • Saat ibu protest budaya “technomania”. Setiap produk HP baru orang pada latah beli, ibu bilang: “ada nggak produk yang nggak bagus, dari dulu ampe sekarang tetap diproduk, kayak tas louis vuitton yang mengandalkan keklasikan dan orang nggak merasa out of date”. Vinda dengan gampangnya bilang, “kalau gitu beli aja terong bu”.

  • Pas lihat berita Miyabi:, Vinda terheran: "kenapa sih MUI kok ikut-ikutan ngurus Miyabi, kayak nggak ada kerjaan aja".

  • Lihat kakaknya habis dibotak (karena jadi panitia Community research sekolahnya) Vinda bilang: "Kakak kayak boneka Matroska (boneka rusia yang beranak pinak, pelontos kepala dan gendut badannya)". Sambil hati-hati takut kakaknya marah.

  • "Vinda kalau SMA nggak mau sekolah negeri lagi. Kapok". Emang kenapa dek? "Habis, sekolah negeri kan harus mempertimbangkan ekonomi lemah, jadi jarang ada kegiatan. Masak setahun cuma sekali kegiatan, itupun ke Cirebon. Udah gitu kalau Osis ada acara, sekolah susah banget keluar uang. Males Vinda".

  • "Ibu mah yang diurus IKPP, angera, IKPP, angera melulu! ". Kata Vinda pas lagi agak ogah-ogahan dirayu ke Bandung (padahal akhirnya suka).

  • Sambil tiduran ibu melapor ke Vikra ttg jalan ke Cinere mall siang tadi; "kak, tadi Vinda beli hal-hal yang sebenernya tidak diperlukan tu kak. Akhirnya Ibu minta Vinda beli dari uang sendiri (mereka mengelola uang jajan bulanan sendiri)". Vinda nggak berkutik senyam-senyum dan pergi. Kakaknya teriak sambil sok serius : "Vinda, pertanggung jawabkan. Kalau ada masalah jangan menghindar...selesaikan!!". Tapi yang bersangkutan tetap meluncur tak menoleh.

  • Saat ada isu gempa, ibu telp ayah buat keluar kantor (lt 19). Vinda dengan tenangnya: "bu, gempa itu nggak bisa diprediksi. Nggak rasional banget ibu, lebay deh ibu".
  • Ketika Michael jackson dimakamkan, tapi otaknya masih di outopsi, Vinda nyengir: "Nanti kalau malaikat nanya Michael Jackson, dia cuma bengang-bengong... jawabnya gimana ya orang gak ada otaknya".

Kuba: si Teni di tempat baru

Silaturahmi Berbuah Kucing
"Vin, om Fauni punya sodara punya kucing bagus-bagus 12. Mau nggak? Tapi kita harus ambil ke Buah Batu". Pasti dengan suka cita bahagia, si gadis Vinda langsung lobby sana sini, ngrayu ayah ibunya buat ambil kucing itu, padahal acara reuni IKPP belum tuntas selesai. Awalnya dia rada nggelibet bermalas ria mau diajak ke Bandung. Vinda mau mid semester katanya. Tapi deal berangkat karena mau mampir ke Ciwalk dan cari makan sedap di Bandung. Tapi begitu ditawari ambil kucing, ciwalk kalah!! makan enak juga lupa, karena acara IKPP menyajikan hidangan khas Sunda yang dia suka.

Pas kita sampai di rumah Om Uncu (adik umminya tante Neng-Om Fauni), seru banget. Mereka bercerita tentang kucing seperti sedang cerita ttg anak-anaknya. Satu-satu hafal nama dan sejarahnya. Ada Cesar, Cesar Junior, Nurdin M Top, Jacky, Teni dll. Family tree-nya jelas. Lalu tips memelihara kucing juga piawai betul. Jadi kami seperti kuliah ttg Cat-ologi (perkucingan) dengan segar. Dari 12 itu, Vikra Vinda suka Jacky atau Teni. Tapi jacky ngambek nggak mau diajak migrasi ke gang jambu. Sampai-sampai teteh Erry, putri om dan tante yang jadi "bidan dan perawat" para kucing yang sehat dan bongsor-bongsor itu dicakar, padahal udah sabar ngrayu. Tetah perawat kucing yang baik, dia cerita "teteh mah pernah bantu ngelahirin kucing-kucing itu di tangan, jijik sih, tapi kasihan, kucingnya masih muda belum tahu cara melahirkan, takut mati. Eh, nggak tahunya anaknya 6".
Selain dapat oleh-oleh kucing dan ilmu merawatnya, kami juga dijamu dengan sate dan ayam goreng lezat... diramu dengan becandaan dari teteh (mama teh Erry), katanya Vikra Vinda pantesnya jadi adik-adik kami, katanya kok bisa anaknya udah gede-gede banget.

Teni = Kuba

Akhirnya kami bawa pulang kucing Teni, Vinda Vikra pindah ke mobil om Fauni jadi tim pengawal kucing. Waktu awal-awal nyampe rumah, Teni kami panggil dg Teni, tp kok nggak noleh. Mungkin salah nada atau beda suara. Akhirnya kami coba cari nama baru buat menyejarahkan asal-usulnya. JAdi kami buat nama tambahan "kuba" artinya Kucing Bandung. Tapi kami juga masih panggil Teni. Kuba kok kedengaranya macho tapi tetep lembut.

Kuba/Teni "hilang" dan sayembara

Yuniyanti Chuzaifah (status ibu di FB jm 8 pg) "sedih banget... kucing hadiah dari Bandung keluar rumah tak bilang dan belum pulang (moga-moga jangan hilang). Susah bilang ke Vinda yg sangat "jatuh cinta" sama kucing barunya. Ada ide biar balik? Udah dicari dimana-mana belum ketemu, tet...angga sudah partisipasi turun tangan juga, bahkan ada tim khusus yang akan dikasih bonus kalau nemu. Gak siap njelasin ke Vinda".

Lalu ada 14 komen, mayoritas usil: ada yg suruh miscall, panggil polisi, pake anjing pelacak, bawa KTP nggak? Tapi ada jg yang serius nawarin anak kucing persianya kalau udah melahirkan buat menghibur Vinda dan satu lagi juga nawarin kucingnya. Ada juga yang kasih analisis yang serius ttg perkucingan. Selang sore hari setelah kecewa di ubun-ubun, sepagi sampe siang semua anggota keluarga dikerahkan cari, tetangga juga, sampai ibu sempat mbrabak terutama nggak tega sama Vinda dan guilty. Pas Vinda pulang sekolah dijelasin ayah, jelas dia kecewa tapi sedihnya tertahan dan ketika dihibur ada yang nawarin kucing persia, dia bilang: bukan soal gantinya bu, tapi kasihan makannya gimana, kalau kehujanan gimana". Duh, tambah seseg aja ibu. Akhirnya cari sama-sama dia ke danau walaupun hujan rintik dan ngumumin sayembara ke anak-anak kecil kalau nemu akan dapat 100 rb.
Kuba/Teni "Kembali"
Sore hari, khirnya ada kabar gembira yg ibu update di status FB: "berkat doa temen-temen semua, kucing sudah kembali. Padahal (tetangga) dan anak kecil-kecil sudah jadi penjelajah mencari sampai ke empang dan danau, sampai ujuang sana sini, laporan tiap beberapa saat (karena ada sayembara, buat yang nemu akan dapat hadiah dari kak Vinda 100 rb)...eh pas sore, ibu lagi ngetik di kamar Vinda, embaknya teriak histeris sampai serasa jantung mau copot: "ibuuuu...ibuuuuuu......". ibu pikir kompor ... atau sesuatu yang membahayakan dia. "Kuciiiingggg bu...kuciiiiingggg". Rupanya pas dia ngepel kamar kami, dibawah lemari yang kolongnya super rendah bahkan dari depan cuma bisa masuk tangan...rupanya kucing ngumpet disitu dan kaget saat disodok kain pel, dan embaknya juga kaget. Ya, ampun, berarti kucing ini bertapa diam hampir 10 jam, dg space yg sempit banget. Wah...Vinda bahagia banget...apalagi ibunya yang guilty krn kucing hilang ini pas ditinggal ke toilet (dia baru adaptasi 2 hari di rumah).. Thankkk untuk semua and happy".

Kuba yg ceria

Yang jelas Kuba/Teni cepat adaptasi, hari pertama langsung eskplorasi, sama kucing yang ada di rumah juga bersahabat, termasuk dg Benzo yang galak, juga pede aja. Cuma ada satu kucing item yang suka mampir yang sempet bersitegang. Makan, pup, pipis sudah normal. Cuma kalau maem, kadang manja, maunya dari tangan. Kandang barunya sering kosong , karena dia meang-meong kayak nggak hepi didalam kandang, jadi sering kami lepas. Tapi juga was-was kalau dilepas takut lepas beneran, seperti peristiwa diatas. Tapi yang jelas, dia juga punya pertapaan khusus dibawah lemari yang bikin kami juga tenang. Terimakasih Om, tante dan teteh Eri.

Holiday around Mudik, 2009

1.(day 1): Depart from Jakarta with whole fam.
2. Om Daris’s home, hunting favorit food, Serabi Notosuman (Solo pancake with delicate coconut milk), thengkleng but not available, sayur Lombok RM mbok Sayem. Arrived at Akung place almost maghrib.
3. Visit Om Ahsan’s house and brings ayah back to Jakarta via Jogja, Ifthar (buka) with oxtail soup and enjoy alun-alun with ronde (ginger tea with topping), playing glitter kite (kitiran nyala) and ATV car.


4. Super fast shopping at traditional shopping area of Malioboro, explore/sight seeing at Kota gede to antique hotel and silver factory. Afterward back to Baturetno.

5.Explore own dried garden (look empty, but rich of plants. We STILL have some exotic tropical fruits; banana, papaya, srikaya, pineapple. Abundant of coconuts, unique potatoes (gembili uwi), cassava, garut (something like maizena), peanuts (cashew nuts/monkey nuts), koro, benguk, gode, petai China (not available at the western garden).

6. Going to Mulur Sukoharjo for Akunng uti's traditional healing. Reunion with Adithya Jelantik (Vikra old friend since kindergarden, has been 10 years apart, since they moved to Solo. His father is a director of Jamu factory,Gujati 59). Ifthar/dinner break with nasi kucing at Ngadirojo.
7. Making and decorating parcels for poor people, teachers, neighbors and older families. Make over akung house for Idul Fitri.
8. Distributing parcel to ex mom’s teachers (pak Bunyamin, bu Isnartin, pak Mohadi, pak Sarman, bu Narti, pak Rukiyanto), dhuafa’ (poor people).
9. Idul Fitri, praying, forgiveness ritual, visit Uti (grand’s mom) cemetery, received endless guest, visits older relatives.
10. Pick up ayah, breakfirst at Nasi kuning waroeng Giriwoyo, received endless guests, camping at Akung yard and barbeque (fish from own pool and grilled cassava from the garden). Read part 2: Mudik @ Lamongan.

Mudik at Lamongan.

Part 2 (continuation of Holiday around Mudik 2009)

11. Depart to Lamongan (ayah’s hometown in East java), lunch with sour soup at Bojonegoro, preparing fruits parcel for relatives in Lamongan. Transit at soto lontong Karang-geneng.

12. Reunion with big family of Bani Kholil (grand pa of ayah), wonderful!! Already 150 heirs. Playing @ river side of Bengawan Solo. Visit ayah's step mother.


13. Bringing om Gofar to Hospital, the kids hiking to the mountain close by and visit mbah bu-mbah kung cemetery, enjoy bude Ir’s food, informal re-union with ibu’s friends from pabelan (Baroroh,Aisah,Luluk). Bulik Tien’s delivered a baby girl, we provide a name: Havelda Fitriana.










14. Explore Surabaya city, try lontong kupang (kerang mini/baby shell) and lontong balap, Crossing Suramadu hanging bridge (longest brigde in Asia connecting 2 airlands Surabaya and Madura), explore Bangkalan, Madura ireland, crossing the sea by Ferry. Visit Lapindo mud at Sidoarjo. Dinner with Sembilang fish (only cached by fishing way at coral seashore), back to Drajad for 2 hours nap.

15. Back to Jakarta @ 12 midnight, transit at Kudus tower mosque, Mosque of Demak and its cemetery/museum, lunch and rest at Pekalongan, Shopping and Setono batik market Pekalongan, back home arrived 2 am.

Idul Fitri At Kampung

By : Vikra Alizanovic


Lebaran this year somewhat feels a lot different from the pasts. Probably it was because we hadn’t gone to our hometown for Lebaran in quite a while. This year, we’re going to my grandfather’s in Baturetno, Solo, Central Java, and in Lamongan, East Java.

We were off from Jakarta about a week before the big day. We travel by car. The trip was fine and fun. But having a long trip while fasting is not very easy. Although there is a rule in Islam that says that travellers may choose not to fast during the travel, we choose to keep fasting. Our first destination was to my Uncle Daris in Solo, who is my mom’s younger brother. We only come by to say hello, because we’re gonna see each other again anyway later at my grandpa’s house. After that, we went straight to Baturetno. My grandpa and my step-grandmother was really glad to see us. We stayed there for about 5 days before my other cousins, uncles and aunts all gathered there. My father went to Jakarta first because his holiday hasn’t started yet. He’s coming again one day after Idul Fitri.

On our 2nd day there, we go to Jogja to meet my Uncle Ahsan, my mom’s youngest brother. We stayed there for a night. Uncle Ahsan drives us around. He knows I enjoy eating. That’s why he always managed to take us to great food places. The next day we went to Malioboro. It is a traditional shopping district in Jogja. It usually sells souvenirs, clothes, and stuff. Most are Batik. From Malioboro, we went back to my grandpa’s.

Funnily, at the road, in Wonosari, I was stopped by a police. It was a really bad luck. First, because I haven’t got my driving license yet. The officer claims that I run through a red light. Well, I might have, because the road was empty so I don’t really care if there was even a red light. I let my mom do the talking. Finally, we’re let go. Don’t know how. And then we continue on to my Grandpa’s.

One thing that I love the most about spending Lebaran in my hometown is the meal. The meal is just extraordinary. Opor Ayam, Oseng Tempe, Jangan Lombok, Tongseng. Delicious. While staying in Baturetno, I almost never missed Tarawih pray. Hehehe. And finally, the big day arrives. All my cousins have gathered. In the morning we pray Ied together. After Ied, we shake hands with each other forgiving sins we have made in the past. And then after shaking hand with everyone there, we eat Lebaran meal there. It is rice with fish or tempe or eggs, packeted with banana leaves. It was delightful.


And then when we’re back home, we start ‘sungkeman’. It is a tradition in which we kneel down before our elder and ask for forgiveness. We start from the elder, and on to the younger making a line. Mostly people would cry. Maybe I’m just not that kind of person. -____-

The next day, my dad came. We were all exhausted. Guests are coming like an endless rain, it never stops. Hahaha. But in the night we had a good time. We set up tent in front of the house. We grilled fish and cassava. It was delicious. I enjoy eating grilled fish.



And then the next day we packed and prepared to leave. None of us were excited to leave. I know that everyone still wants to stay. 4 days was just too short. But we all have our own things to do. We had to attend the other family meeting in Lamongan. Om Daris’s family must attend their other family meeting too in Solo, and Om Ahsan’s family must attend their other family meeting in Jakarta. So, we bid farewell to Akung, and off to Lamongan.

Lebaran at Kampung: Picture





Deadly Earthquake: What was it like?

Tahun 2002-2003, ayah pernah "nyantri" di Michigan Journalism Fellowship. Fellows, atau peserta program ini --dari Amerika, Eropa, Amerika Latin, Timur Tengah-- hingga saat ini terus keep in touch. Setiap akhir tahun, peserta bikin personal journal, untuk berbagi kabar. Termasuk bila ada peristiwa-peristiwa penting, seperti gempa di Jakarta Rabu lalu. Ini email ayah untuk temen-temennya:

Just want to say Hi..
Despite shocked, we are ok..
The deadly 7,3 SR earthquake (Sept 2, 09), hits us just minutes before my tv station run its regular evening (now move earlier to becoma afternoon) program. So we are in a rush.
We thought it just like other earthquake before. Light and last in second.

My office is perfectly in the top of 19 floors building. When it feels little bit longer than usual, and becomes bigger and wilder, people start screaming. Allahu Akbar! Some of us run and hide under tables. Some run to the emergency stairs.. But some other, including me, have to go on, runing the reguler program. "Where r u people?" One producer shouts in in the studio. The PD (Program director) people --audioman, cameramen, an soon), run already.

The phone and celluler suddenly didnt work. I cant reach any of our correspondents in the areas near the epicentrum (it was in Tasikmalaya, still in West Java, around 400 km south-east Jakarta. But my CDMA phone still worked. Yuni called from home. "Yes, I am OK," I said.
Hope you all well and safe too...
Muchlis


Berikut beberapa respon dari temen-temen ayah:

From Yvonne Simon (TV News Director, Idaho)
Muchliss,
I am so glad to hear you
and your family are O-K. I wondered if the quake was near you. Did you ever do your newscast? Yvonne

From Ayah:
Hi Yvonne..
Its 3.30 am here now. Just wake up, for sahur.. Meal before begining fasting..
Our newscast during the quake? The show must go on, you know it. So, we run the newscast, all about the quake still happening. Studio camera, for example take not only the anchor, but the ceiling too. We played vt on what going on in the newsroom: how panic we are, people runing, screaming, hiding under thr table..

We gather all information, by any mean. Calling anyone outside, correspondents wherever they are, reaching any guy from meteorology and geophisyc...and so on. So messy. Because lack of studio cameramen, we use audioman to hold the camera.. Because fix line phone didn't work, the anchor had to call anyone directly from her cellular phone... We did what we can.. :) And anyhow the show went on.. (Muchlis )

From Ron French (Detroit News, Detroit),
Hello Muchlis, so happy to hear you and your family are OK. I would have one of the people hiding under the tables!
I see Facebook updates from Yuni and your kids - I can't read them but I can tell they are doing well. Love to all, (Ron )

From ayah:
Hi Ron.. I tried to hide too, but I found no more table left.. So I
just did what I could, reciting any prayer.. But pretend to be calm..:) Hope u, valerie and girls doing well, and always safe.
Love u all too..


From Ron
there was an interesting exchange on Sue Nelson's facebook page about your experience. An engineer responded that you were safer in a 19-story high-rise than a 5-story building during an earthquake - something about the waves in the shorter building matching the waves of the earthquake and making it much worse. skyscrapers normally survive earthquakes while shorter buildings to not. I didn't understand it, but thought it might be of some comfort..

From Ayah:
Higher, safer
?
Hard to understand, but sound acceptable..:) And yes, it give comfort.. And courious too.. So I have to share it to friends here..

From Ron:
here was the message:
"Skyscrapers are usually Ok in quakes as they have a low NF, it is the mid rise ones of 5 storeys or so you should avoid as their NF matches that of the quake , and resonance occurs, which is not nice if you are in the building"
As far as I can tell from the Internet, NF stands for "near-fault ground motion"
It's all over my head

From: Birgit Rieck 1 (KWF Program Manager, Ann Arbor)
Dear Muchlis,
We are all so glad to hear that you are alright. We were talking about
you wondering how you and your family were doing.
On the 19th floor? What a place to be during an earthquake....
Love to you and Yuni and the children.
Birgit

From: Scott Huler (Writer, Raleigh, North Carolina)
So glad you are all okay, Muchlis -- we have been thinking of you. Please give our love to Yuni and the children. Hope to see you . sometime soon!
Scott (and June and Louie and Gus)

From: Drew DeSilver (Seattle Times, Seattle)

Hi, Muchlis:
As soon as I heard about the quake on the radio (BBC World Service), I thought of you, Yuni and the kids
. I'm very glad to hear you're all OK. We too live in an earthquake/tsunami zone, so I feel empathy when one hits elsewhere. All best to you and the family,

Drew (Mr. Lisa Lednicer) DeSilver

From: Andrew Finkel (Time magazine, Istanbul)
Goodness Gracious! I am glad you and the family are fine. It's a threat we live with in Istanbul. Thanks for keeping us up today. Love from us all
Andy, Caroline and Izzy

From: Sue Nelson (writer and broadcaster, BBC London)

Hi there .So glad you¹re all OK. How about working in a bungalow? Sue

Puasa masa kecil

Nulis bareng yuk!! Inilah pengakuan-pengakuan dosa puasa jaman kanak-kanak kami. Kesan lucu, seru, buadung dengan jujur dibuka :).
Vikra : Seinget gw, puasa itu ajang ngurusin badan. Hikmah sama pahalanya sih gak mikir-mikir amat waktu gw kecil. Kadang beberapa kali tarawih cuma ikut sebentar dan sisanya dipake sama temen-temen main petasan. Yak, bulan puasa juga identik banget sama yang namanya petasan. Gak lengkap bulan puasa tanpa denger "Ctaar!", "Degeer!", dsb. And also, what I love the most put of Ramadhan is mostly spending the magnificent Lebaran at my grandpa's house. It's full of wonderful and decent Lebaran meals. And I can eat all I want.

Ayah : bulan puasa, jaman masih sekolah sd di bluluk-lamongan, ya berarti mondok full di mesjid. rundownnya: habis sahur, udah di-obrak disuruh ke mesjid. kalo leyeh-leyeh di rumah, takut subuhnya bablas. habis sahur, ngeluyur. biasanya sudah ada mobil colt bak terbuka --ini satu-satunya mobil yang ada di desa waktu itu-- parkir depan mesjid. lalu bareng-bareng --biasanya sampek bersepuluh-- kita nyengklak ikut ke "njoblak". ini kali kecil agak keluar desa. tempat kita-kita mandi, sekaligus mandiin mobil colt itu..

gak dibayar. kita bisa ngerasaain nyengklak mobil aja udah suennengg..!

siang abis sekolah, ya ke mesjid lagi. bukan apa-apa, tidur siang paling nikmat, ya di mesjid. mesjid bluluk ini emang adem tenan. lantainya sekitar 1,5 meter dari tanah. bangunannya tinggi pula. empat tiang jati "ungkul" maksudnya bukan sambungan, yang menopang mesjid ini, gak cukup dirangkul dua tangan. tingginya? waktu itu kerasa tinggi banget lah.. :) mungkin sekitar 20 meter.

suatu siang, saat tidur abis lohor, kepala serasa diobrak-obrak. sakitnya ampunn. kite langsung lari, meraung-raung. bapak-ibu bingung. lalu dibawa ke mantri kesehatan --adanya mantri, bluluk tahun 70-an itu belum terjamah dokter.

Pak Slamet, si mantri ini, langsung ambil senter. Sasarannya kuping. "Lha iki kupingmu klebon semut Fik!"..

itu kite juga udah tahu. "Terus gimana ngeluarinnya Pak?"..
"Yo embuh!"... --Ya gak tahu!"

Wallah..Mantri semprul..!

Ntah karena saran siapa, kita lari balik ke mesjid. Langsung ke tampat wudlu. Ambil air digerojok ke kuping yang ada semutnya. Kepala digoyang-goyang... Didiemin. Nah, kok gak ada yang ndobrak-dobrak lagi..

Beberapa kali digerojok air dan digoyang-goyang, dan dikeluarin lagi. Semut item sialan itu akhirnya keluar juga...


Vinda : dulu vinda kalo ramadhan paling semangat terawehnya doang.. jadi bisa jajan sama main.. kadang ssuka juga teraweh, tapi sebelumnya beli jajanan dulu buat persediaan makanan. Kalo lagi pada solat vinda sering sama temen2 masih pake mukena makan2 ciki sama es cepek an. weleh2 mantep beeuud. terus kalo terawehnya udah selese, lipet mukena nya tuh digulung2 mirip bedongan bayi. trus main ibu2an gendong anak gitu. hahaha. (buuuuuu. nih udah selese. nonton tipi lagi yak.)

Ibu : Ghhllleeerrrrrr! Ghleeerrrrrr!! terngiang kuat suara itu hingga kini, suara dinamit pemecah gunung-gunung untuk membuat waduh Gajah mungkur. Biar orang tidak marah, dibunyikannya sebagai penanda buka puasa. Orang jadi riang, lupa telah tergusur. Langsung begitu dengar suara itu orang gembira berlarian menyerbu meja makan.

Namun ada ritual asik jelang itu, kami anak-anak sebaya sering berjajar disamping rumah mbah kakung, menghadap ke barat menyandar ke tembok dan memendeliki matahari, menghitung rambat detiknya hingga merayap menghilang. Kami berlomba kuat-kuatan tidak berkedip memelototi matahari. Mata sampai merah hati berair dikira habis menangis 4 jam. Luccuuu...Lalu begitu matahari lenyap, tersusul suara dinamit tadi , sebagai pemungkas puasa kami.

Masa kecil selalu menyenangkan. jam 5 sore ibu (aku) sudah rapi. Uti selalu bilang "wah, anakku wis thinis (rapi cantik). Iki diaturke neng mbak daleme mbah kakung putri etan kulon". Siap-siap deh menghantar lauk rutin ke dua pasang kakek nenek, lengkap lauknya dari sayur hingga lauk amis-amisan (begitu ibu menyebut protein hewani). Kalau kuat kami bersepeda menanti senja. Jadi, bedak yang miduk-miduk tidak rata sebagai tanda sudah mandi, bercampur keringat dan debu selalu membuat sore menjadi asik. Kadang bersepeda jauuh sampai Polaman atau Munggung kurang lebih 3 km, jauh untuk ukuran kaki-kaki kecil dengan jalan menanjak berbatu itu. Ingat sekali, dengan sepede mini hijau berkeranjang putih didepan, terlihat manis dan mewah sekali sepeda itu dimasanya, khususnya untuk ukuran kampung kami. Teman-teman mengantri saling pinjam, dan sangat mengasikkan.

Lalu kalau sahur jalan pagi sampai jauh juga, ngobrol dan tertawa dengan 4 sobat karib, dik Iie, mbak Lies, mbak Hepi... pulang kerumah sudah langsung haus lapar, padahal mataharipun belum terbit. tapi kok ya kuat ya... Sepanjang siang, anak-anak cowok main Long (bom bambu yang diisi minyak dan dinyalakan dg api). Saling berlomba, yang membuat Ramadhan menjadi seru. Petasan cabe juga bertebar, pemicu perang antara anak-anak/remaja versus orang tua. Siap-siap orang-orang tua di kampung kami mengomel kaget dan yang muda-muda cerah bersuka.

Ketika terawih, sambil menunggu adzan, asik menikmati bakwan sambel-nya lek Warti pedagang yang rumahnya nempel masjid, cukup dengan bekal 5 rupiah saat itu yg setara dg 5 rts rupiah kini. Satu bakwan habis, langsung masuk masjid ikut nembang puji-pujian yang di Jawa-kan, dan lanjut dg sholat terawih yang biasanya 8. Yang paling mengesan lagi, kalau capek, posisi sholat dimodif, berdiri bertumpu dengkul, tujuannya biar tidak capek. Kami menyebutnya sholat setengah. padahal kalau dipikir, bukannya itu lebih capek...tapi itulah anak-anak.... sedap dan lezat!

Unik !! Puasa dan Sholat di Negeri Orang

Puasa di Eropa saat musim dingin uenakkk. Bisa sangat pendek waktunya, sahur jam 6 masih gelap, dan buka jam 4 sore... tapi juga siap-siap kalau puasa pas musim panas, sahur jam 1 pagi, buka jam 10 malam bisa terjadi.

Masjid banyak yang bekas gereja. Salah satunya masjid Al-Hikmah Den Haag ini, dulunya dibeli konglomerat Indonesia, dan gereja disulap jadi masjid.

Kalau winter, sholat paling rumit, karena kita harus pakai mayo (stocking tebal yg berbentuk celana sekaligus kaos kaki ), wah kalau wudhu harus dibongkar semua... tantangan.

Waktu ibu di mekkah, ada nenek2 satu group yang terheran dengan sholat mengitari ka'bah di masjidil haram, "neng, sholat di mekah mah acak-acakan nya....kalau di Indonesia teh rapi, menghadap ke barat semua, lamun disini teh kunaon atuh orang menghadap ke tengah semua, tidak rapi". Tidak sadar bahwa arti menghadap kiblat ya artinya menghadap ka'bah yang guede didepannya. Pemahaman kiblat adalah barat ini , juga menjadi kebingungan orang Suriname yang aslinya orang Indonesia yang dibawa belanda ke negeri di ujung atas Amerika selatan ini. lalu orang2 Suriname ini sekarang banyak yang tinggal di Belanda. Karena pindah-pindah ini walopun beda generasi, mereka masih bersikukuh kiblat ala Indonesia. Waktu di Indonesia berkiblat ke barat, pas di suriname, mustinya kiblat kan ke timur laut, tapi mereka ngotot ke barat juga. Lalu pas orang Suriname ini pindah ke Belanda, kiblat kan harusnya ke tenggara, tapi mereka bersikukuh ke barat juga. Menarik kan? sampai ada satu teman bilang, kenapa pusing dengan kiblat, dunia bulat, jadi menghadap kemanapun akan sampai kiblat juga.


Sholat pakai mukena putih, rasanya hanya sebagian kecil negara Islam macam Indonesia salah satunya. Kebanyakan sholat negara2 muslim lain yg penting menutup aurot. COba amati waktu ke Mekkah, orang Marokko pakai kain panjang warna-warni, orang Arab pakai abaya dan kerudung yang dipakai diluar atau kain yang diubel-ubel. Waktu di Michigan sholat Ied, juga orang Afro-Amerika (jangan pernah pakai kata negro, karena itu sensitif dan merendahkan) pakai penutup kepala untuk menutupi sanggul menggunung seperti tumpeng. Dan sholat jadi warna-warni seru...

Dari riset ibu ttg ABG muslim Indonesia yg ada di Belanda, banyak yang minum wine, dan wine diluar kan banyak yag kadar alkoholnya rendah tidak memabukkan. sholat bolong-bolong, tetapi puasa sangat rajin dan sangat disiplin tidak makan babi. jadi itu penerjemahan muslim yang paling enteng. Pas ditanay kenapa masih minum wine? jawabnya, karena itu bagian dari etika..setiap pesta dan ceremoni atau dinner, selalu disediakan dan gak nyaman menolak katanya. tetapi negeri seperti Belanda memang memberlakuan masyarakatnya rasional, minum dan mariyunana dibolehkan tetapi kadar dan pemakaiannya sangat ketat. Jadi ABG mabuk sangat jarang.. pemabok kebanyakan homeless (mereka yang tidak punya rumah) lemparan imigran dari negeri tetangga.


Yang juga unik, saat idul Fitri tahun lalu, ada anak ABG bule muslim bawa anjing ke masjid. tadinya mau dibawa masuk, tapi dikasih tahu tidak boleh, dititip diluar dan begitu salam langsung lari ngambil anjingnya....

Banyak bule yang masuk Islam karena perkawinan, dan asumsi laki-laki muslimlah yang boleh mengawini non muslim biar bisa masuk Islam, ternyata tidak selalu benar. Dari forum-forum bule muslim, justeru masuk Islam karena istrinya. bahkan ada mubalig bule terkenal, menjadi muslim yang baik karena terbimbing istrinya.

Masjid Menawan di Medan

Yang paling nikmat kalau datang ke sudut-sudut nusantara khususnya bekas kerajaan Islam tua, adalah mengunjungi masjid, bersimpuh didalamnya beberapa saat dan menikmati cantiknya rumah Tuhan yang penuh sejarah ini. Masjid raya Medan, yang dibangun th 1906 jaman kejayaan kerajaan Deli, jangan pernah terlewatkan untuk dikunjungi. Ini salah satu view mata elang tempat hotel ibu ber-acara. Sedap juga, saat magrib mencuri waktu berkelebat menyelinap menyudut di masjid ini.


Ini mihrob dan mimbar khutbah yang sangat artistik. Saat pembangunannya oleh pemerintah Belanda didatangkan ahli-ahli dari Italy untuk mendekor detail interiornya. Ini sangat menarik, rupanya demi keindahan, tak jarang pemerintah kolonial turun tangan untuk mempercantik. yang unik kalau datang ke keraton salah satunya di Kasepuhan Cirebon, di dinding bisa dilihat keramik blue Delf bertuliskan asmaul husna yang khusus dipesan dari Delf Belanda. Entah sebagai upeti atau bentuk toleransi. Yang jelas, kapal-kapal VOC dulu berangkat membawa keramik (salah satunya) dan pulang membawa rempah2 yang pada masanya sangat mahal. Hanya keluarga kerajaan dan orang kaya yang bisa beli lada dan rempah lain, itupun untuk obat-obatan pada awalnya.


Amati detail masjidnya. Luar biasa..kubahnya sangat tinggi dan cantik. Tangga belakang itu juga sangat menarik. Dan selalu di masjid-masjid tua, tangga berpanggung ini selalu ada. Apa ya fungsinya....(lagi di cari-cari jawabnya). Atau ada yang tahu?.