Mitos anak tidur sendiri = mandiri


Di foto ini Vikra Vinda seakan bobok sendiri ya... padahal ini 2 tempat tidur dalam satu kamar dan tengahnya ayah ibunya :). Kami sempat bereksperimen melatih anak bobok sendiri, biar mandiri begitu kata bacaan. Tapi kok kami yang resah sendiri, sudah seharian anak-anak ditinggal kerja, malam mereka dipaksa bobok sendiri. Apalagi baca artikel atau melihat pola kehidupan di barat dimana sejak bayi anak tidur sendiri, rasanya gak tega !. Dia lahir ke dunia untuk disayang, kok langsung "dicerai" sepihak. Makanya di Baratpun sejak sekarang mulai dievaluasi, bahwa bayi tidak harus tidur sendiri atas nama memandirikan.

Jadi jalan tengah yang kami lakukan yang semula pakai ranjang besar untuk ber-4, dimodifikasi mereka pakai ranjang sendiri-sendiri, tapi masih dalam satu kamar. Dan nggak anak nggak kami orang tuanya merasakan kwalitas istirahat yang lebih baik dengan tidur bersama. Karena menjelang tidur bisa cerita bareng-bareng, doĆ” bareng, mengusap-usap, rebutan tangan buat ngeloni, kalau mereka terbangun tengah malam kami ada didekatnya, dan mau tidur terasa tenang sekali.

Memang tradisi bobok bareng ini terbawa sampai mereka besar :). Tapi kami menikmati dan merasakan kohesifitas antar anggota keluarga, walaupun nggak semua dari kami romantis. At least sampai anak remaja, disaat kebanyakan mulai mendewakan peer group (teman sebayanya), anak-anak masih meletakkan keluarga sebagai elemen nomor satu, mereka kerasan dirumah, wiken masih jalan bareng/menikmati dirumah dengan keluarga.(kecuali pas ibu di Belanda, karena ayah harus badminton, jadi kadang Vikra ngeband dengan teman2nya pas minggu sore).

Pernah ada teman yang main kerumah, agak bangga bilang bahwa anak-anaknya mandiri, tapi dilain waktu cerita bahwa anaknya lebih seneng ngamar, jarang ada sentuhan saling bermanja fisik dengan orang tuanya, jarang ngobrol merdeka dengan anggota keluarga...

Orang sering berasumsi bahwa mandiri itu tidak boleh manja. Padahal mandiri itu kemampuan anak/orang melayani dirinya, memecahkan masalahnya dan bisa exsist tanpa tergantung pada orang lain, tapi bukan berarti secara psikologis dia tidak perlu orang lain. Jadi biarkan anak mandiri tapi berikan kemanjaan psikologis untuk mengkayakan hatinya.

Jadi kalau diluar anak-anak tumbuhkan untuk bersikap dewasa,aktif di organisasi, ke sekolah dengan cara yang mandiri, biarkan memecahkan masalah dimulai dari dirinya... tapi begitu mereka pulang kerumah, biarkan mereka lendotan, bobok bareng, diusap-usap..sesekali minta diambilin maem, dll. Ibu, om Daris dan Omacan adalah produk dari tidur ama akung uti sampai besar. Bahkan kasus ibu sampai menikah, selalu bobo sama uti dan akung di kamar yang sama, tapi ibu tidur setempat tidur sama uti. Mereka sangat memanjakan kasih sayang, tetapi sangat memandirikan. Misalnya sejak kelas 1 SD sudah diminta antar surat ke kolega akung 3 KM dengan sepeda, biasa terima tamu, SMP kelas I pernah ke Pabelan/Jogja sendiri, kalau ada masalah dengan teman, mereka bilang coba selesaikan sendiri, kalau memasukkan benang ke jarum..bukan uti yang lakukan, tapi disuruh coba lagi..coba lagi..coba lagi. Itu juga berlaku untuk om daris dan Omacan. Alhasil walaupun mereka bobok ama akung uti sampai SMP, tetapi mereka siap menjadi leader di organisasi atau perusahaannya di usia yang masih dini untuk ukuran posisinya.... Jadi mandiri tidak otomatis terjadi karena anak tidur sendiri.

1 komentar:

peregrin mengatakan...

wah mbak, posting yg mencerahkan nih, soal kemandirian dan kebutuhan psikologis utk tetap cayang2. Thanks :)