Rumah Ramah

"Bu, betul kita diundang kesini"? Begitu Vikra pernah sedih berbisik memastikan diri apakah betul-betul kita diundang dalam acara ultah teman di rumahnya yang mewah penuh kristal. Vikra memang cuek dan slengekan tetapi juga sangat sensitif ketika ditatap oleh nyonya rumah ibunya teman ini yang barangkali merasa terancam kedatangan tamu anak-anak macam Viva yang nggak mengguratkan wajah anteng. Pernah juga kami nahan nafas beberapa jam waktu membawa main kerumah kawan lain yang rumahnya penuh kristal juga, lemari kaca yang mewah pongah, sofa krem yang seakan ingin mengusir orang yang mau duduk. Wajah pemilik rumah ramah, tapi tidak bisa disembunyikan sulitnya menjembatani basa-basi dan ketakutan benda mahalnya rusak atau kotor oleh tamu-tamunya. Dan satu pengalaman paling membuat rasa bersalah, ketika Vinda dan temannya berusia 4 tahun, pernah memecahkan tempat lilin kaca kenangan terakhir temen-temen asrama yang dibeli ramai-ramai untuk surprise. Kontan marah... tapi seperti tertampar, apa sih arti benda itu walaupun itu bersejarah dibanding kesedihan anakku dan temennya??
Duh kalau begini, perlu pertanyakan pada diri kia, apa sih fungsi dan esensi rumah? Apakah museum mejeng benda mewah yang menunggu decak? Tempat gua bertapa sunyi sepi tanpa salam tamu? Atau rumah hangat yang siapapun nyaman untuk berada didalamnya? Atau bisakah menjembatani semua hal sebagai rumah hangat, tapi juga indah dan asik untuk mengkoleksi benda bersejarah.
Kami belum bisa membuat rumah ramah yang ideal, tapi berdasarkan pengalaman diatas, kami mencoba beberapa hal ini:
1. Kenali dulu siapa kita dan siapa orang yang akan lalu lalang di rumah. Jadi waktu bikin rumah dan pilih benda pengisinya sesuaikan denan karakter orang yang akan lalu lalang didalamnya. Yang jelas nggak penghuni gang jambu maupun kebanyakan tamunya mayoritas keluarga yang bawa anak, dan anak-anaknya jarang yang anteng, kayak Viva juga!! Jadi kami menghindari furniture yang tajam dan berbahaya (tapi kolam tengah banyak dikritik juga sih). Pilih furniture yang finishingnya rustic ketimbang yang mulus sophisticated dan mudah kelihatan kalau tergores.Jadi balai-balai bisa untuk maindakon atau bekel sekalipun nggak apa-apa.
2. Utamakan space bermain untuk anak dan beri mereka kenyamanan untuk merasa punya rumah. Jadi kami biarkan Vinda main lompat karet di rumah dengan teman-temannya, atau main volly yang soft dll dalam rumah. Intinya kepentingan anak nomor satu, tapi bukan berarti rumah sepi melompong kosong. Jadi letakkan benda mudah pecah pada tempat yang tidak terjangkau anak. Dulu bahkan jaman Vikra kecil, kita punya pot cantik bentuk kepala berkuping, kami ikat kawat transparan biar tetap indah tapi juga tidak membahayakan anak.

4. Selalu hindari membeli benda bersejarah yang mudah pecah. Kami tidak punya piring antik, kristal menyilaukan, dll. Jadi souvenir travelling internasional bisa cantik juga dalam bentuk logam, kayu, dll. Kalau toh harus dari benda mudah pecah kami cari yang mudah didapat dan murah.
5. Beri pengertian pada anak arti "koleksi"yang harus dirawat saat bertamu atau milik kita sendiri. Juga libatkan anak kita untuk menjadi tim untuk handle anak tamu kita yang super liar. Tidak jarang piano habis di stemp di gubrak-gubrak.. jadi biasanya Vikra Vinda akan ngajak mereka nyanyi dan membantu ngemong. Yang jelas ketamuan anak kecil yang nglempar batu-batu ke ruang tengah, nglempar koleksi numismatic (coin beberapa negara) ke kolam, atau melayani anak-anak yang maunya menurunkan souvenir dari dalam bufet, pernah juga mike baru karaoke di jilat penuh ludah dan tidak bisa dipakai lagi, pokoknya sudah biasa!!

Bukan berarti kami super sabar dan super ramah...pernah juga sih kesal karena temen-temen Viva main didalam berisik dan tidak sensitif kalau kami perlu istirahat. Kalau sudah begini biasanya kami panggil Viva dan kasih tahu buat pindah ke ruang samping atau berganti aktivitas yang anteng. Tapi kalau ama temen-temen mereka yang udah biasa main, ya udah kayak anak sendiri, langsung ditegur dan oke-oke saja...

Tidak ada komentar: