Community Research di Cibolang: Hidup Mandiri di Rumah Pak Agus

By Vikra ALizanovic






Pada waktu yang lalu, dari tanggal 4 hingga 7 Oktober 2008, aku bersama teman-teman se-angkatan disekolahku mengikuti acara Community Research ke Cibolang, Desa Kertawangi, Kec. Cisarua. Acara ini bertujuan untuk mengasah kemandirian para siswa. Disini, para siswa dibagi menjadi berbagai kelompok, dan ditempatkan di rumah para penduduk yang ditunjuk menjadi orang tua asuh.
Kami adalah kelompok 6, yang bernama Univ. Cendrawasih. Nama semua kelompok diambil dari berbagai nama Universitas yang berada di sekeliling Indonesia, seperti Univ. Gajah Mada, Univ. Mulawarman, dsb. Di setiap kegiatan ini dipilih sebuah nama Angkatan, ketua Angkatan, Yel-yel Angkatan, dll. Nama Angkatan kami yaitu Adi Widya Bayangkara. Nama angkatan diambil dari bahasa Sansekerta atau bahasa Jawa kuno. Nama angkatan dipilih oleh Ketua Angkatan, yang sebelumnya telah dipilih dari setiap ketua kelompok yang ada. Untungnya, dan juga sekaligus sialnya, ketua kelompok kami, yaitu Vikra, terpilih menjadi Ketua Angkatan Umum.
Untungnya, karena itu menjadi kebanggaan sendiri bagi kami. Sialnya, kelompok yang berisikan Ketua Angkatan selalu menjadi kelompok yang dijadikan incaran para guru dan kakak-kakak OSIS sebagai bahan gemblengan, panutan, serta untuk diusili. Sebab, ketua angkatan harus selalu menjadi panutan bagi teman-temannya.
Kelompok kami ditempatkan di rumah Pak Agus. Beliau seorang petani. Beliau adalah Kepala keluarga. Beliau adalah seorang suami, seorang bapak dari 3 anak dan seorang kakek dari 1 cucu. Istrinya bernama ibu Komalah. Mereka berdua adalah orang yang sangat penyayang, penyabar. Pada saat kami tinggal disana, mereka berdua benar-benar memperlakukan kami layaknya anak-anak mereka sendiri.
Pada hari pertama, bis kami tiba di tempat wisata Little Farmers di Cisarua, Bandung. Karena Cibolang merupakan desa yang cukup terpencil di kaki Gunung Burangrang, hingga tidak memungkinkan bagi bis kami untuk masuk hingga ke desanya. Dari sana, kami harus berjalan kaki menuju desa Cibolang. Kami berjalan cukup jauh. Karena daerah sana merupakan daerah pegunungan, jalannya tentunya pun mengikuti struktur tanahnya. Jarak tempuhnya sekitar 2-3 kilometer.
Sesampainya disana, kami mengadakan apel/upacara pembukaan. Disana, kami dikenalkan pada Pak Agus, orang tua asuh kami, yang akan kami tempati rumahnya untuk beberapa hari kedepan. Kesan pertama yang kami dapat, adalah bahwa Pak Agus adalah orang yang sangat ramah dan penyayang. Beliau sudah berumur kurang lebih 58 tahun. Selesainya upacara, kami langsung dipandu menuju ke rumah pak Agus. Rumah Pak Agus menurut kami lumayan. Tidak terlalu sempit, tidak terlalu luas. Kebetulan, kelompok kami merupakan kelompok yang paling banyak anggotanya, yaitu 11 orang.
Untuk kesan hari pertama, cukup melelahkan dan menyenangkan. Disini kami dididik untuk disiplin. Kami diwajibkan untuk selalu datang ke setiap kegiatan sebelum kegiatan itu dimulai. Untuk shalat Subuh & Maghrib, kami diwajibkan untuk selalu datang ke Masjid disana untuk pergi shalat. Kami hanya punya waktu luang di saat makan siang, sarapan, makan malam, serta beberapa jam tiap harinya untuk pencarian data tugas PKD ( Peduli Kehidupan Desa) dan PDP ( Pengambilan Data Penelitian). Kelompok kami mendapat PDP bertemakan ‘Proses Reboisasi di Desa’.
Malamnya, kami diberi tugas untuk membuat dan menjaga Fendel secara bergiliran. Fendel adalah Tongkat kami yang dipasang dan saling menopang 1 sama lain sehingga tidak jatuh ke tanah. Bila Fendel kuat, maka tongkat tengah yang jadi tumpuan semakin berat untuk ditarik dan bila dijatuhkan tetap kuat berdiri. Tiap malam kami buat jadwal jaga bergilir. Jam 22.00 hingga pukul 00.00, yang jaga adalah para wanita. Dari jam 00.00 hingga 02.00, yang jaga adalah para cowok. Dan dari jam 02.00 hingga 04.00, kami semua harus tidur, dan sebelum jam 04.00, kami semua harus bangun lagi untuk shalat berjam’ah di masjid.
Waktu untuk MCK dan bersih-bersih umumnya selalu kami gunakan untuk istirahat, menyiapkan pensi, dan kultum. Sebab karena mungkin tidak biasa, kami terkadang selalu kelelahan. Ada juga saat dimana kami melakukan penjelajahan, yang merupakan salah satu inti dari acara ini, yang membuat kami benar-benar capek. Kami semua melakukan penjelajahan pada hari ke-3, dari pukul 6 pagi, hingga jam 3 sore. Tiap kelompok diberikan tugas dan amanat dari tiap pos ke pos lain.
Penjelajahan adalah bagian yang paling menantang dari semua program Community Research ini. Kelompok kami, kelompok 6, mendapat giliran paling terakhir. Setiap kelompok dipisah jeda selama 15 menit atau bahkan lebih. Di tengah-tengah penjelajahan juga ada bagian pelumpuran. Kami disuruh untuk merangkak dan berguling di atas Lumpur untuk merasakan apa yang dirasakan para petani di sawah. Setelah itu, kami berjalan naik-turun gunung sejauh kira-kira 8 km atau 18 km. Dimana, di pos terakhir, kami ditujukan ke air terjun. Di air terjun itu, kami ditanyakan berbagai tugas yang telah diberikan kepada kami saat penjelajahan. Disana kami juga disuruh duduk dibawah air terjun sambil bernyanyi lagu wajib nasional sekerasnya. Saya pikir tujuannya adalah membangkitkan rasa cinta kami terhadap tanah air. Kami juga sekaligus membersihkan diri kami dari lumpur tadi.
Setelah melewati semua itu, kami melanjutkan perjalanan kembali menuju Cibolang. Perjalanan balik tidak separah perjalanan yang tadi. Kami memotong jalan melewati bagian lain gunung. Namun, akhirnya kami sampai juga di desa Cibolang. Jadwal menegaskan bahwa acara penjelajahan berlangsung hingga jam 1 siang, namun kelompok saya, yang sampai paling terakhir, sampai pada jam 3 sore. Dimana, seharusnya pada jam 3 itu seharusnya kami pergi ke masjid untuk shalat ashar berjama’ah. Namun, tidak ada satu pun orang di masjid. Bahkan OSIS dan guru pun tidak ada yang muncul. Akhirnya, sore itu kami mengabaikan jadwal dan istirahat hingga maghrib. Malamnya, kami melaksanakan Pensi dan mengadakan acara api unggun hingga jam 00.00 malam.
Di acara api unggun itu, Pak Prawidi, selaku kepala sekolah, Kak Arya, selaku ketua OSIS, serta saya, Vikra, sebagai ketua angkatan umum, dipanggil kedepan untuk menyalakan api unggun secara simbolis serta memberikan kesan & pesan. Untuk bagian Pak Prawidi dan Kak Arya, kesan & pesan mereka cukup jelas & lancar. Saya tak mengira saya juga akan dimintai untuk bicara, sebab tak ada yang memberi tahukan soal ini terhadap saya. Jelas saya gugup. Di pidato saya, saya gemetaran sebab udara dingin yang menusuk. Sialnya, getaran dalam suara saya dikira sebagai tangisan haru oleh teman-teman saya. Jelas saya malu, namun saya mengatakan apa yang ada di hati saya. Acara terus berlanjut. Kami bernyanyi bersama-sama kakak-kakak OSIS.
Selesainya acara, kami semua langsung menuju ke rumah untuk tidur. Malam itu kami tidak harus membuat Fendel. Namun, sebagian kelompok saya belum tidur hingga jam 02.00, karena harus membuat konsep kultum untuk sholat subuh nanti. Saya kira kelompok kami, kelompok 6 adalah kelompok yang paling gila. Pertama, kami adalah kelompok yang paling sering datang telat ke setiap acara. Kami juga kelompok yang paling sering kena masalah dengan OSIS. Dan juga, kami adalah 1 dari 2 kelompok yang masih menyimpan pita hitam (tanda keburukan yang diberi oleh kakak OSIS) hingga akhir. Kami hanya mendapat 5-6 pita putih (tanda kebaikan yang diberi oleh kakak OSIS) dan sekitar 4-5 pita biru (tanda keburukan yang sudah ditebus dengan hukuman yang diberi oleh kakak OSIS). Kami tidak mendapatkan satupun pita emas(1 pita emas nilainya sama dengan 10 pita putih).
Esoknya, jam 7 kami sudah akan pulang. Kami berpamit dan berbagi kenang-kenangan dengan Pak Agus dan keluarganya. Kami merasa sangat sedih untuk meninggalkan Cibolang. Saya berjanji kepada Pak Agus tahun depan atau kapanpun bisa, saya akan berkunjung kesini lagi. Sebelum pulang, kami mengadakan apel penutupan. Setelah apel, diumumkanlah pemenang berbagai kompetisi lomba. Kelompok saya mendapatkan banyak kemenangan. Seperti; juara 2 lomba masak, juara 2 lomba PKD, juara 2 lomba PDP, dan juga peserta terbaik putri berasal dari kelompok kami. Untuk itu, kami mendapatkan 4 pita emas. Saya berpikir juga sebaiknya pita hitam tak usah ditebus. Biar dapat semua warna, pikir saya.
Setelah itu, kami meninggalkan Cibolang. Pengalaman ini adalah pengalaman yang sangat berarti untuk kami semua. Di bus, nyaris semua dari kami tertidur kelelahan. Kami semua merasa senang telah lulus kegiatan Community Research dan bisa kembali ke rumah….

Tidak ada komentar: