By Vikra Alizanovic
Kali ini gw akan cerita mengenai salah satu bentuk transportasi jakarta, yang bisa dibilang, yah, klasik. Bukan elegant-klasik, tapi lebih ke retro-klasik.
Apakah itu?
Bajaj.
Yah, bajaj. Transport di jakarta yang paling magis. Tidak jauh beda dengan saudara sepupunya, si Bemo, bajaj beroda tiga. Berwarna oranye. Berbentuk mobil, namun dengan stang motor. Dipopulerkan oleh Mat Solar dalam sitkom Bajaj Bajuri di TransTV. Disana diperlihatkan dan diceritakan berbagai seluk-beluk dan suka-duka sebuah bajaj.
Gw gak bisa inget kapan terakhir kali gw naik bajaj. Gw terinspirasi nulis ini karena belum lama ini gw liat gerombolan bajaj di Blok M yang terlihat sangat eksotis.
Ke-khas-an bajaj pun juga terlihat pada supir-supirnya. Dengan topi safari, baju lusuh, dan handuk di pundak. Bajaj juga sangat khas dengan suaranya. Suara yang sangat indah nan unik. Yah, literally, it might just sound like this : “Brrrrbbbtttt… Brrrbbbttt”. So artistic and mystic in some ways.
Namun, bukan itu saja hal yang begitu magis dari sebuah bajaj. Hal lain yang paling atraktif adalah saat bajaj itu berbelok dengan kecepatan yang cukup tinggi. Momentum inilah yang begitu magis. Momentum antara hidup dan mati. Untung dan sial. Jalan atau terguling. Gedubrak, atau Brrrrbbbtttt… Brrrbbbttt… lagi.
Pada saat sebuah bajaj berbelok, Wallahualam, hanya Allah SWT dan sang supirlah yang tahu akhirnya. Ban samping terangkat hingga beberapa centi, mungkin merupakan hal yang biasa buat si supir.
Nah, untuk para penggemar maupun fanatik bajaj, diharap untuk keep in mind hal-hal yang sudah saya tuturkan di atas.
Gw jadi pengen lagi naik bajaj. Pengen lagi, walaupun cuma sekali, merasakan moment itu, sekali lagi..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar