Nulis bareng yuk!! Inilah pengakuan-pengakuan dosa puasa jaman kanak-kanak kami. Kesan lucu, seru, buadung dengan jujur dibuka :).
gak dibayar. kita bisa ngerasaain nyengklak mobil aja udah suennengg..!
siang abis sekolah, ya ke mesjid lagi. bukan apa-apa, tidur siang paling nikmat, ya di mesjid. mesjid bluluk ini emang adem tenan. lantainya sekitar 1,5 meter dari tanah. bangunannya tinggi pula. empat tiang jati "ungkul" maksudnya bukan sambungan, yang menopang mesjid ini, gak cukup dirangkul dua tangan. tingginya? waktu itu kerasa tinggi banget lah.. :) mungkin sekitar 20 meter.
suatu siang, saat tidur abis lohor, kepala serasa diobrak-obrak. sakitnya ampunn. kite langsung lari, meraung-raung. bapak-ibu bingung. lalu dibawa ke mantri kesehatan --adanya mantri, bluluk tahun 70-an itu belum terjamah dokter.
Pak Slamet, si mantri ini, langsung ambil senter. Sasarannya kuping. "Lha iki kupingmu klebon semut Fik!"..
itu kite juga udah tahu. "Terus gimana ngeluarinnya Pak?"..
"Yo embuh!"... --Ya gak tahu!"
Wallah..Mantri semprul..!
Ntah karena saran siapa, kita lari balik ke mesjid. Langsung ke tampat wudlu. Ambil air digerojok ke kuping yang ada semutnya. Kepala digoyang-goyang... Didiemin. Nah, kok gak ada yang ndobrak-dobrak lagi..
Beberapa kali digerojok air dan digoyang-goyang, dan dikeluarin lagi. Semut item sialan itu akhirnya keluar juga...
Namun ada ritual asik jelang itu, kami anak-anak sebaya sering berjajar disamping rumah mbah kakung, menghadap ke barat menyandar ke tembok dan memendeliki matahari, menghitung rambat detiknya hingga merayap menghilang. Kami berlomba kuat-kuatan tidak berkedip memelototi matahari. Mata sampai merah hati berair dikira habis menangis 4 jam. Luccuuu...Lalu begitu matahari lenyap, tersusul suara dinamit tadi , sebagai pemungkas puasa kami.
Masa kecil selalu menyenangkan. jam 5 sore ibu (aku) sudah rapi. Uti selalu bilang "wah, anakku wis thinis (rapi cantik). Iki diaturke neng mbak daleme mbah kakung putri etan kulon". Siap-siap deh menghantar lauk rutin ke dua pasang kakek nenek, lengkap lauknya dari sayur hingga lauk amis-amisan (begitu ibu menyebut protein hewani). Kalau kuat kami bersepeda menanti senja. Jadi, bedak yang miduk-miduk tidak rata sebagai tanda sudah mandi, bercampur keringat dan debu selalu membuat sore menjadi asik. Kadang bersepeda jauuh sampai Polaman atau Munggung kurang lebih 3 km, jauh untuk ukuran kaki-kaki kecil dengan jalan menanjak berbatu itu. Ingat sekali, dengan sepede mini hijau berkeranjang putih didepan, terlihat manis dan mewah sekali sepeda itu dimasanya, khususnya untuk ukuran kampung kami. Teman-teman mengantri saling pinjam, dan sangat mengasikkan.
Lalu kalau sahur jalan pagi sampai jauh juga, ngobrol dan tertawa dengan 4 sobat karib, dik Iie, mbak Lies, mbak Hepi... pulang kerumah sudah langsung haus lapar, padahal mataharipun belum terbit. tapi kok ya kuat ya... Sepanjang siang, anak-anak cowok main Long (bom bambu yang diisi minyak dan dinyalakan dg api). Saling berlomba, yang membuat Ramadhan menjadi seru. Petasan cabe juga bertebar, pemicu perang antara anak-anak/remaja versus orang tua. Siap-siap orang-orang tua di kampung kami mengomel kaget dan yang muda-muda cerah bersuka.
Ketika terawih, sambil menunggu adzan, asik menikmati bakwan sambel-nya lek Warti pedagang yang rumahnya nempel masjid, cukup dengan bekal 5 rupiah saat itu yg setara dg 5 rts rupiah kini. Satu bakwan habis, langsung masuk masjid ikut nembang puji-pujian yang di Jawa-kan, dan lanjut dg sholat terawih yang biasanya 8. Yang paling mengesan lagi, kalau capek, posisi sholat dimodif, berdiri bertumpu dengkul, tujuannya biar tidak capek. Kami menyebutnya sholat setengah. padahal kalau dipikir, bukannya itu lebih capek...tapi itulah anak-anak.... sedap dan lezat!
2 komentar:
bentar lg puasa mbakyu
bentar lg puasa mbakyu
Posting Komentar